Saturday, March 19, 2016
Umroh reguler 9 hari via jakarta
25 April 2016 di Baitullah
Bersama ARMINAREKA PERDANA & GROUP NOVI RATIH - HOIRIA
Bersama ARMINAREKA PERDANA & GROUP NOVI RATIH - HOIRIA
Bismillahirrahmanirrahim
Labaikallohumma labbaik.....
Labaikallohumma labbaik.....
✅UMROH REGULAR 9HARI VIA JAKARTA
Paket Mina
✈Garuda ⭐4
Harga Paket Umroh:
USD 2000 + Voucer seKmr ber 4
USD 2050 + Voucer Sekmr Ber3
USD 2100 + Voucer Sekmr Ber2
Paket Mina
✈Garuda ⭐4
Harga Paket Umroh:
USD 2000 + Voucer seKmr ber 4
USD 2050 + Voucer Sekmr Ber3
USD 2100 + Voucer Sekmr Ber2
✔BIAYA BELUM TERMASUK
Biaya Airport Tax & Handling 1Jt
Biaya muhrim 150rb-350rb bagi jamaah wanita usia dibawah 45thn yg umroh tanpa didampingi muhrim
Pasport 48 Halaman
Suntik Manginhitis
Tiket Add On Daerah-Jakarta.
Biaya Airport Tax & Handling 1Jt
Biaya muhrim 150rb-350rb bagi jamaah wanita usia dibawah 45thn yg umroh tanpa didampingi muhrim
Pasport 48 Halaman
Suntik Manginhitis
Tiket Add On Daerah-Jakarta.
SILAHKAN BANTU SHARE KESEMUA KONTAK MUSLIM YA..
Info Lengkap hub :
Yusrian 08152021972/56bc52d5
Rahmawati 08121313704
Info Lengkap hub :
Yusrian 08152021972/56bc52d5
Rahmawati 08121313704
Friday, March 18, 2016
Lanjutan cerita kemaren "Senja Jatuh Di Pajajaran"
Hari semakin kelam. Dan ketika kedua guru dan murid memasuki hutan pinus, suasana sudah
benar-benar gelap. Tapi tubuh Ki Darma dengan lincahnya berjalan menyusuri jalan setapak
sepertinya di tempat itu diterangi cahaya. Padahal jangankan bisa melihat sekeliling, hanya
untuk melihat jari sendiri saja di depan mata, tak mungkin bisa terlihat.
Walau gelap begini, Ginggi pun bisa mengimbangi langkah gurunya. Hanya saja, dia pun bisa
melangkah bukan karena punya kemampuan melihat dalam gelap seperti gurunya, melainkan
karena naluri saja. Setiap malam dia diajak menyusuri jalan setapak ini di gelap malam dan
Ginggi akhirnya jadi hafal betul. Bahwa kendati gelap, dia bisa menduga, sebentar lagi jalan
setapak ini akan berkelok dan menaik menuju puncak gunung.
Tiba di punggung puncak, di mana ada sebuh bayangan bangunan gubuk, Ginggi mendahului
gurunya dan meloncat ke bale-bale. Tiba di sana langsung menjatuhkan tubuhnya.
"Ambil air!" dengus gurunya.
Ginggi masuk ke dalam gubuk. Keluar lagi sudah menenteng tempat air dari buah kukuk
kering. Tanpa lirik kiri-kanan pemuda itu sudah menotor lubang kukuk. Glek,glek,glek
bunyinya.
"Sialan!" gerutu gurunya.
Mendengar gerutu gurunya ini, Ginggi menyadari kekeliruannya.
"Minumlah, Ki, airnya masih bersisa…" Ginggi menyodorkan kukuk. Tapi gurunya melengos
marah.
Namun ketika Ginggi hendak menegak lagi, Ki Darma segera merebutnya.
"Sini!"
Dan Ki Darma mencoba menenteng kukuk ke atas mulutnya. Namun baru beberapa saat, air
di dalam kukuk sudah kering. Digoyang-goyang beberapa kali, air tak mau keluar.
"Biar aku ambilkan di tempayan…" Ginggi mencoba bergegas.
"Tak perlu."
"Kalau begitu, apa yang mesti aku kerjakan untuk Aki?" Ginggi berusaha menghibur.
"Bertugas kembali!"
"Walah aku musti latihan lagi"
Dan Ki Darma mengangguk.
Dia segera duduk di bale-bale.
Tegak, mematung.
Ginggi berdiri juga tegak mematung. Hanya sepasang tangannya bersilang di dada. Diterpa
angin malam, rambutnya riap-riapan.
"Aku capek sekali, Ki…" katanya dingin.
"Tidak akan secapek rakyat Pajajaran menyimak tindakan rajanya …" gumam Ki Darma.
Ginggi akhirnya menghela napas. Dia pun ikut duduk bersila, berhadap-hadapan dengan
gurunya.
"Setiap Aki menugasiku latihan, selalu saja bicara perihal Raja Pajajaran. Apa yang
sebetulnya tengah terjadi dengannya, Ki?" Ginggi menyeka keringat di wajahnya dengan
punggung tangannya.
Berbarengan dengan hembusan angin malam, Ki Darma pun menghela napas panjang.
"Coba kau nyalakan pelita di tengah ruangan," gumam Ki Darma dengan nada datar.
Ginggi berjingkat untuk menyalakan pelita yang minyaknya diambil dari gajih kelelawar serta
sumbunya dari serat nenas hutan.
Terlihat percikan api manakala sepasang batu sekepalan tangan saling dibenturkan. Percikan
api itu ditampung oleh rambut-ramput pohon enau.
Remang-remang saja api pelita itu namun cukup untuk menerangi ruangan tengah gubuk.
Kedua orang itu kembali duduk bersila saling berhadapan.
"Usiamu sudah dewasa. Sejak kau kupungut di jalanan Wilayah Caringin belasan tahun silam,
waktu sudah terpaut 10 tahun lamanya. Itu cukup pantas untuk mengukir sejarah hidupmu,"
tutur Ki Darma.
Ginggi mengerutkan dahi. Bagian dari latihankah penuturan ini?
"Kerapkali Aki selalu mengatakan hal ini. Apakah benar-benar terjadi? Yang aku ingin
percayai, bahwa Aki ini adalah orangtuaku sendiri," tutur Ginggi.
"Dasar anak gendeng. Tapi itu juga bagus. Hanya percaya kepada sesuatu yang sudah terbukti
kebenarannya memang wajar," tutur Ki Darma tersenyum.
Ginggi masih tetap bersila.
"Nanti kau akan tahu, siapa dirimu sebenarnya bila kelak kau datangi jalan berlumpur di
wilayah Caringin. Carilah sebuah tempat di mana dulu pernah terjadi pertempuran kecil tapi
sempat memakan korban jiwa," kata Ki Darma kemudian.
Ada kerutan di dahi, menandakan Ginggi tertegun mendengar berita ini.
Melihat roman wajah Ginggi, Ki Darma terkekeh-kekeh.
Ginggi menatap gurunya.
"Tapi kalau aku hanya seorang anak kecil yang ditemukan di kubangan lumpur dan Aki tak
tahu siapa kedua orang tuaku, lantas bagaimana mungkin Aki tahu namaku. Siapa sih yang
memberiku nama Ginggi?" tanya anak muda itu kemudian.
"Aku yang memberimu nama."
"Aku pernah berbincang dengan penduduk di kaki gunung. Katanya Ginggi artinya jin atau
iblis, yah sebangsa duruwiksa pembuat kejahatan. mengapa sih, Aki tega memberiku nama
jelek seperti itu?"
"Hahaha! Betul sekali, Ginggi adalah siluman yang akrab dengan berbagai kejahatan!"
"Senangkah aku berbuat jahat?"
"Kau tanyakan sendiri pada dirimu. Sebab pada dasarnya, manusia itu hidup dibekali berbagai
pilihan. Apakah kau memilih yang baik atau sebaliknya, bergantung pada pilihanmu itu. Aku
pilih Ginggi sebab dunia ini tengah dipenuhi duruwiksa jahat. Manusia jadi pemakan manusia
yang lainnya. Ginggi lahir di saat iri dan dengki, aniaya serta fitnah merajalela di bumi
Pajajaran. Nama Ginggi akan selalu mengingatkanmu kelak, apakah akan sekalian kau ikut
pula terperosok ke dalamnya ataukah akan menjadi pemberantasnya," kata Ki Darma panjanglebar.
"Duruwiksa? Begitu kelamkah bumi Pajajaran sehingga disenangi kaum duruwiksa?" gumam
Ginggi.
Ki Darma hanya tersenyum kecut.
"Hidup memang bagaikan berputarnya roda pedati. Ada kalanya di atas, ada kalanya di
bawah. Pajajaran sekarang sedang berada pada bagian paling bawah. Sejak Kangjeng Prabu
Sri Baduga Maharaja tidak lagi memerintah Pajajaran, hampir tak ada kebanggaan yang kita
miliki lagi. Ginggi, hanya Kangjeng Prabu Sri Baduga Maharaja yang kebesarannya bisa
disejajarkan dengan eyang-buyutnya, Prabu Wangi yang gugur di Bubat. Hanya Sri Baduga
yang bisa memimpin negara dengan penuh kebijaksanaan. Selama 39 tahun memimpin negri,
beliau telah sanggup mensejahterakan rakyat, juga mensejahterakan negri-negri lain. Beliau
sanggup memantapkan kehidupan keagamaan padahal di tanah negara ini tengah berlangsung
pergeseran kepercayaan. Hanya beliau yang telah sanggup membangun angkatan perang
padahal tak pernah berlangsung peperangan. Kendati hubungan dengan Cirebon telah retak,
namun dengan mereka tak pernah berlangsung pertempuran. Prabu Sri Baduga Maharaja
adalah raja dari semua raja, harum namanya sehingga beliau pun dijuluki Prabu Siliwangi,"
kata Ki Darma, matanya menerawang ke kejauhan.
"Menurunkah keelokan Kerajaan Pajajaran sesudah Sri Baduga tak berkuasa lagi?" tanya
Ginggi penasaran.
"Tidak benar-benar tergelincir. Tapi penggantinya tak mampu mensejajarkan diri dengan
pendahulunya."
"Siapakah penggantinya, Aki?"
"Dialah Surawisesa, putra Sri Baduga Maharaja."
"Bagaimana cara dia memerintah?"
"Sebenarnya dia baik, hanya sayang ambisinya tak tertahan. Dia penuh ambisi, selalu
mempertahankan kehormatan dengan jalan kekerasan. Kau bayangkan Ginggi, selama 14
tahun memerintah, dia memimpin peperangan sebanyak 15 kali. Pertikaian dengan Demak,
Banten dan Cirebon tak terelakan. Peperangan pun berlangsung."
"Unggulkah Pajajaran?"
Ditanya seperti ini, Ki Darma nampak mengeluh. Tapi keluhnya tertahan di kerongkongan.
Menyakitkan.
"Permusuhan dengan Banten, Demak dan Cirebon, membuat kesedihan buat semua orang
Pajajaran. Pelabuhan penting tempat perniagaan orang Pajajaran lepas sesudah Banten
memisahkan diri. Pajajaran kehilangan Pelabuhan Pontang dan Cibanten. Setahun kemudian,a
Pelabuhan Sunda Kalapa pun jatuh direbutnya. Semua wilayah pesisir utara bahkan dikuasai
Cirebon, sehingga mulai saat itu, Pajajaran tak lagi menguasai lautan. Sunda bukan negara
lautan lagi. Rakyat mencari penghidupan jauh di pedalaman dan hanya menjadi pehuma dan
peladang," tutur Ki Darma.
"Apakah kemudian Pajajaran menjadi hancur?"
"Tidak benar-benar hancur. Sebab meski sudah ada kelompok pengkhianat di tubuh Pajajaran,
namun masih lebih banyak lagi para ksatria Pajajaran yang berani bertahan demi keutuhan
negri. Sang Surawisesa yang putus asa digantikan oleh putranya, yaitu Prabu Ratu Dewata."
"Bagaimana dengan yang lain?"
Ki Darma terkekeh masam.
"Entahlah. Aku sendiri bingung menyimak kehidupan ini. Usiaku 15 tahun ketika Sang Prabu
Sri Baduga Maharajadiwastu (dilantik) di atas batu keramatSriman Sriwacana Palangka Raja .
Aku pun menyaksikan sendiri berbagai perubahan di bumi Pajajaran, sejalan dengan berbagai
macam perubahan kebijaksanaan dari para pemimpinnya. Surawisesa pandai berperang,
digjaya dan penuh semangat. Namun di bawah kepemimpinannya rakyat menderita karena
perang amat berkepanjangan. Limabelas kali peperangan, mengakibatkan banyak anak
kehilangan ayah, istri kehilangan suami dan pehuma melepaskan pekerjaannya. Dan
penggantinya, Sang Ratu Dewata, malah kebalikannya. Dia tak menyukai bentuk-bentuk
kewiraan. Hanya agama dan filsapat saja yang diurusnya. Dia senang tapabrata dan
membesarkan kehidupan keagamaan. Sarana agama berdiri di mana-mana tapi kesejahteraan
lahiriah rakyatnya sendiri tak diperhatikan. Dia membutakan diri terhadap kehidupan lahiriah
termasuk membutakan diri terhadap kehidupan bernegara. Karena kehidupan negara tak
tersentuh, maka rakyat jadi terlantar. Pergeseran kehidupan karena hadirnya agama baru
bernama Islam, jadi sumber malapetaka di Pajajaran. Dalam upaya menahan kehadiran agama
baru, Sang Prabu malah memperkuat agamaKaruhun (nenek- moyang). Dan kebijakan ini
malah menimbulkan berbagai pertikaian. Negara-negara kecil yang semula ada di bawah
payung Pajajaran semakin banyak yang melepaskan diri dan bergabung dengan Banten atau
Cirebon sebab mereka tertarik kepada agama baru. Malah lebih parah dari itu, negara-negara
kecil itu berani menyerbu Pajajaran pula. Maka pada zaman Sang Prabu Dewatalah pusatpusat
keagaman seperti di Sumedanglarang, Jayagiri atau Ciranjang diserbu mereka. Sang
Prabu yang katanya punya cita-cita mempertahankan agama lama yang dianutnya, dalam
kenyataanya sama sekali bahkan tidak sanggup mengobarkan perlawanan. Hanya para perwira
tua yang sanggup bertahan."
"Tak ada pemimpin baru yang sempurna?"
Ditanya seperti ini, wajah Ki Darma makin muram.
"Dari semua keadaan dan peristiwa, maka pada hari-hari belakangan inilah Pajajaran semakin
muram …" kata Ki Darma masih menunduk.
"Apakah semakin menyedihkan?"
"Benar-benar amat menyedihkan, Ginggi …"
"Apakah bumi Pajajaran semakin porak-poranda oleh musuh? Apakah semakin banyak anak
kehilangan ayah dan kemudian banyak istri kehilangan suami?" Ginggi semakin penasaran
mencecar dengan banyak pertanyaan.
Berlatih Melawan Harimau
Dua orang guru dan murid ini masih tetap mengobrol saling berhadapan.
"Tidak ada serbuan musuh. Tidak juga ada orang kehilangan pekerjaan. Bahkan hari ini, di
saat rakyat dipimpin oleh Sang Prabu Ratu Sakti, rakyat begitu giat bekerja," kata Ki Darma.
"Giat bekerja?"
"Betul. Kaum peladang seperti tak punya waktu pulang ke rumah sebab waktu telah
dihabiskan di ladang. Begitu pun pehuma hampir-hampir lupa kalau dirinya punya rumah
sebab seluruh waktunya telah dihabiskan di huma. Kemudian nelayan lebih memilih mati di
tepi sungai ketimbang pulang tak membawa hasil," kata Ki Darma lagi dengan nada berat dan
sumbang.
"Kalau begitu, itulah masa-masa kemakmuran bagi Pajajaran," potong Ginggi
memperlihatkan wajah ceria.
Brak!
Ki Darma malah menggebrak permukaan bale-bale sehingga kulit buah kukuk terlontar ke
udara. Sebelum kulit kukuk itu jatuh ke atas bale-bale, Ginggi segera menangkapnya selagi
benda itu berada di udara.
Sambil memeluk kulit kukuk di haribaan, Ginggi menatap gurunya dengan heran.
"Tidak makmurkah negri Pajajaran di bawah kepemimpinan Sang Prabu Ratu Sakti?" tanya
Ginggi kemudian.
"Pajajaran memang makmur."
"Nah? Jadi mengapa Aki musti marah?"
"Sebab, kemakmuran nyatanya tidak menghasilkan keadilan bagi rakyat. Rakyat tak sejahtera
sebab seluruh kekayaan negara diboyong ke istana!" kata Ki Darma.
"Lho?"
"Semua buah-buahan yang enak-enak ada di kebun istana Tajur Agung. Buah durian
dibiarkan jatuh sendiri dan buah semangka dibiarkan membusuk di mana-mana. Petugas
dapur istana setiap hari dimarahi karena hampir setiap hari pula bulir-bulir padi dibiarkan
membusuk. Itulah saking melimpahnya kekayaan di istana," tutur Ki Darma lagi.
"Hanya melimpah-ruah di seputar istana saja?"
"Ya. Dan semua hanya untuk kepentingan orang-orang istana saja. Untuk kemakmuran para
bangsawan, kerabat raja dan kaumsantana saja."
"Kaum santana?"
"Ya, kaum santana adalah kelompok pedagang kaya atau petugas negara termasuk kalangan
perwira kerajaan…" sahut Ki Darma.
"Jadi, rakyat sendiri dapat bagian apa?"
"Rakyat hanya dapat kewajiban saja dan sangat sedikit bagiannya yang bernama hak."
"Kok bisa-bisanya begitu, ya …" Ginggi berdecak. Bukan decak kagum tapi karena tak habis
mengerti.
Ki Darma nampak menghela napas panjang.
Prabu Ratu Sakti yang memimpin negri hari-hari belakangan ini sebenarnya punya tujuan
baik. Dia ingin mengembalikan Pajajaran ke zaman keemasan seperti dialami oleh Sri Baduga
Maharaja, kakek-buyutnya. Tapi untuk mengembalikan kejayaan negri butuh daya dan tenaga.
Harta kekayaan yang melimpah pun amat dibutuhkan. Hanya bedanya, bila dulu kekayaan
negri melimpah dihasilkan melalui perdagangan antarnegri, kini kekayaan kas negara harus
dihasilkan dari keringat rakyat sendiri. Kemampuan rakyat dipompa habis,seba ditarik
setinggi-tingginya."
"Seba?"
"Seba adalah semacam pajak. Setiap penghasilan rakyat musti dipotong, diberikan kepada
pemerintah. Pajakdasa dancalagara dilipatgandakan."
"Apakah itu?"
"Dasa adalah pajak tenaga perorangan dan calagara merupakan pajak tenaga secara gotongroyong.
Seluruhambarahayat Pajajaran sejak dahulu memang dikenakan pajak-pajak seperti
ini. Mereka diwajibkan mengerjakan huma dan ladang milik negara atau tanah-tanah milik
para bangsawan. Bisa juga mereka dikenakan pajak negara untuk bertugas mencari ikan di
muara dan di laut. Bedanya, dasa dan calagara yang dikerjakan di masa-masa silam, selalu
dilakukan dengan hati senang. Rakyat bekerja penuh pengabdian. Mengolah ladang dan huma
sambil bersenandung, kendati keringat basah mengucur. Anak-anak pun riang-gembira
ikutmarak ataumunday bersama orangtuanya …"
"Apakah marak dan muday itu, Ki"
"Keduanya sama-sama bekerja di muara sungai mencari ikan. Bila hasil ikan
memenuhibuleng , yaitu tempat ikan dari anyaman bambu, maka mereka saling berebutan
memanggulnya sambil riang-gembira. Ikan yang banyak itu, semua diserahkan kepadawadha ,
yaitu petugas negara dalam urusan itu. Ya, rakyat senang mengabdi kepada negara. Itu terjadi di zaman Pajajaran diperintah oleh Sang Prabu Sri Baduga Maharaja, Prabu Siliwangi …"
kata Ki Darma matanya menatap nanar ke taburan bintang di langit.
Ginggi ikut merenung ketika Ki Darma seperti mengumbar lamunan.
"Itulah sebabnya, aku selalu rewel kalau kau malas melakukan latihan …" gumam Ki Darma
kemudian.
Ginggi menatap tajam ke arah gurunya.
"Tugasku apa, Ki?" tanyanya kemudian.
Ki Darma kembali mengeluh pendek. Wajahnya muram semuram cahaya pelita.
"Terlalu besar dan amat mustahil bila kau seorang diri bisa mengubah keadaan. Namun
dengan punya niat suci ikut meringankan beban rakyat, hidupmu telah lebih baik ketimbang
duduk berpangku tangan …"
"Ya, apa tugasku?"
"Banyakcutak (camat) atau pemimpinkandagalante (wedana)di wilayah ini yang kerjanya
memeras rakyat hanya karena mereka ingin dipuji atasannya. Mereka menyiksa dan memaksa,
menghentak mencari jasa. Mereka tertawa bila wilayahnya dipuji sebagai penghasil seba
paling baik tapi sama-sekali tak menggubris rakyat yang menjerit karena tercekik. Itulah
tugasmu, Ginggi. Tidak akan seluruhnya bisa kau selesaikan. Tapi cobalah sebab mencoba
jauh lebih baik ketimbang diam sama-sekali," kata Ki Darma lagi.
Ginggi terpekur mendengar uraian gurunya ini.
"Aku tak tahu apa yang musti dikerjakan. Aku pun bahkan tak tahu dari mana musti mulai …"
kata Ginggi berdesah.
"Kau akan mengalami perjalanan amat panjang. Dan sebelum tiba pada perjalanan
sesungguhnya, kau akan bersusah-susah di tempat ini dulu. Masih banyak yang harus kau
sempurnakan di sini …"
"Urusan kewiraan?"
"Benar, sebab di zaman seperti ini, hanya ilmu kewiraan yang bisa digunakan dalam
mempertahankan hidup," tutur Ki Darma.
***
Seperti apa yang diisyaratkan oleh Ki Darma, Ginggi harus menjalani sesuatu yang jadi
persyaratan.
Tidak siang tidak malam, setiap hari Ginggi harus memperdalam ilmu kewiraan.
Tapi selama hidupnya, sebenarnya Ginggi belum pernah bertemu musuh. Namun, kian
mendalami ilmu yang diberikan oleh Ki Darma, kian jelas pada dirinya, betapa sebenarnya ilmu-ilmu itu hanya diperuntukkan dalam menghadapi musuh. Itu adalah ilmu perkelahian.
Di beberapa bagian, jurus-jurus dan gerakan yang diberikan Ki Darma membuat hati Ginggi
bergidik, sebab jurus-jurus itu disiapkan untuk membunuh lawan.
Pada suatu hari Ginggi diawasi Ki Darma untuk memainkan satu dua jurus perkelahian.
Di puncak Gunung Cakrabuana ini, suasana masih dipenuhi embun karena matahari belum
memancarkan sinarnya. Namun di tengah tanah lapang berumput hijau, Ginggi dan Ki Darma
sudah berdiri tegak.
Puncak Gunung Cakrabuana ini bila dilihat dari kakinya seperti kecil tak berarti. Namun bila
berdiri di puncak, tempat tertinggi dari gunung itu sebetulnya merupakan sebuah lapangan
yang cukup luas. Kalaulah di sini diselenggarakan latihan perang-perangan, maka dua
pasukan besar dengan masing-masing kekuatan seratus prajurit dan saling berhadapan masih
mampu ditampung di lapangan puncak gunung ini.
Sekarang, di pagi hari yang sunyi ini, lapangan begitu luas hanya dipakai oleh dua orang saja.
Malah yang melakukan gerakan berlatih hanya Ginggi seorang saja, sementara itu Ki Darma
sendiri hanya bertindak sebagai pengamat belaka.
Kalau pun ada "orang" ketiga, itu pun hanyalahbebegig saja, yaitu bentuk orang-orangan
terbuat dari susunan jerami padi huma dan kepalanya terbuat dari buah kukuk.
Ginggi berdiri di atas tanah berumput dengan kuda-kuda yang amat aneh, yaitu berdiri hanya
menggunakan satu kaki kanan saja. Agak doyong ke depan sementara lutut agak sedikit
melipat dan ujung telapak kakinya berjingkat. Kedua tangannya bersilang di depan dada.
Tangan kanan terkepal keras dan tangan kiri nampak meluruskan dua jari-jari. Sepasang jarijari
ini tepat membelah muka di bagian hidung.
Ginggi menahan napas, memusatkan pikiran dan segera mencoba mengalirkan tenaga
dalamnya ke kaki kanan. Manakala terdengar bentakan keras dari mulut Ki Darma, Ginggi
pun segera meniru membentak keras. Suaranya melengking tapi akan menyakitkan telinga
bila di sana kebetulan ada yang mendengarnya. Namun belum juga usai suara bentakannya,
Ginggi menjejak panggung dengan kerasnya. Kaki kanan yang tadi agak doyong serentak
bergerak bagaikan per dan badannya melontar ke depan. Secara kilat tubuh pemuda itu
meluncur bagaikan anak-panah hendak menancap di tubuh orang-orangan.
Dan manakala tubuh Ginggi tepat berada di atas orang-orangan, kedudukannya nampak
terbalik, kepala di bawah kaki di atas. Ginggi melakukan gerakan salto. Namun itulah gerakan
serangan paling utuh. Tangan kanan yang tadi terkepal serentak dibuka lebar-lebar dan
didorong ke depan mengarah wajah orang-orangan.
Itu adalah gerakan serangan tamparan. Tapi tangan mengembang itu tidak dilanjutkan untuk
melakukan tamparan namun untuk menghalangi batas pandangan mata musuh. Serangan
sebenarnya yang akan dilakukan adalah melalui tangan kiri. Dua jari tangan yang tajam dan
lurus, secara ganas "menerobos" ubun-ubun orang-orangan itu. Crap! Buah kukuk tertembus
jari Secara cepat, jari tangan kiri segera ditarik dan kini giliran tangan kanan ganti menyerang.
Telapak tangan itu terbuka lebar dan "menepuk" jidat buah kukuk. Prak, "kepala musuh"
pecah berantakan. Tubuh Ginggi jumpalitan beberapa kali untuk kemudian berdiri tegak tiga
depa jauhnya. Namun begitu kaki menjejak tanah, tubuh Ginggi menggigil seperti terserang
demam.
"Ada apa?" Ki Darma kaget.
"Ganas! Ganas!" pekik Ginggi.
"Apanya yang ganas?"
"Serangan itu. Gerakan itu amat mematikan. Ganas dan tak manusiawi!" kutuk Ginggi lagi.
Ki Darma menghela napas dibuatnya.
"Memang begitulah …"
"Tapi mengapa, Aki bilang orang Pajajaran terkenal berbudi halus. Kok sanggup menciptakan
ilmu ganas untuk membunuh orang?"
Lagi-lagi Ki Darma menghela napas panjang.
"Yang penting bagaimana kita memperlakukannya. Ilmu bela diri di mana pun memang ganas
sebab dibuat untuk membunuh lawan. Ilmu bela diri Pajajaran selalu mencari urat kematian
dari mulai ubun-ubun hingga ujung kaki. Namun apakah mentang-mentang punya ilmu, maka
setiap saat kita akan membunuhi orang? Kita pun punya pisau pangot tidak selalu digunakan
untuk menorehi kayu. Ilmu kedigjayaan musti engkau miliki bukan untuk mencari-cari lawan
namun untuk menjauhi lawan. Kalau engkau diserang lawan, cepatlah berkelit. Kalau tak bisa
berkelit, menghindarlah. Kalau tak bisa menghindar, larilah dengan cepat. Tapi kalau masih
dikejar dan terpepet, lawanlah dia. Maka di sanalah ilmumu kau gunakan …" tutur Ki Darma
panjang-lebar.
Namun Ginggi masih tetap terpengaruhi oleh hasil serangannya tadi.
"Itulah kelemahanmu, Ginggi. Satu saat kelemahan ini akan membahayakan dirimu," kata Ki
Darma.
Ginggi tercenung. Ucapan gurunya ini telah beberapa kali dikemukakan. Dan kebenaran katakata
itu pernah terjadi.
Suatu saat Ginggi ditugaskan berburu menjangan untuk persediaan makanan.
Di lereng Gunung Cakrabuana yang berhutan lebat banyak didapat bermacam-macam
binatang seperti kelinci, menjangan namun juga ada meong congkok, macan tutul dan
harimau.
Ketika anak muda itu hendak menangkap seekor menjangan, banyak hambatan menahan
dirinya, yaitu perasaannya selalu tak enak. Menjangan itu tak berdosa, mengapa harus.dibunuh. Menjangan adalah binatang yang lugu. Dia tak merugikan makhluk lainnya. Tidak
pula sanggup membunuh binatang sekecil apa pun. Jadi, mengapa sekarang harus dibunuh?
"Tak selamanya membunuh disebut jahat," ujar gurunya suatu ketika. "Harimau membunuh
bukanlah sebuah kejahatan sebab dia perlu makan. Dia pun tidak serakah sebab bilamana rasa
laparnya sudah hilang dia tak membunuh lagi," tutur gurunya lagi. "Lagi pula, harimau
bukanlah binatang usil. Kalau dia tak diganggu maka dia tak akan mengganggu. Setiap akan
bertemu manusia, harimau selalu menghindar, kecuali kalau kepentingannya akan diganggu
dan dirinya merasa ada dalam bahaya. Berburu menjangan bukan kejahatan sebab kita butuh
makan. Karena di dalam hutan ada menjangan dan dagingnya menyehatkan untuk jadi
makanan, maka menjangan diburu," lanjut Ki Darma lagi.
Ginggi mengintip seekor menjangan. Menjangan itu masih muda. Kalaulah dia manusa,
mungkin seusia dirinya. Atau barangkali belum pantas untuk dilepas sendiri oleh induknya.
Tapi Ginggi tak tahu mengapa menjangan itu malah berkeliaran sendiri, sebab dengan begitu
bakal ada ancaman terhadap nyawanya.
Semula Ginggi akan menimpuk kepala menjangan muda itu dengan batu. Namun karena rasa
kasihan, niat itu diurungkannya.
"Dia akan kutangkap hidup-hidup saja dengan menggunakan ilmuSalimpet Haseup ," pikir
Ginggi. Ini adalah sebuah ilmu untuk menyeruak di tengah-tengah belukar namun tanpa
menimbulkan bunyi keresekan.
Namun belum lagi dia bertindak, dari arah sana ada bunyi keresekan amat halus. Hanya
karena pemuda itu pandai menggunakan ilmuHiliwir Sumping , sejenis ilmu untuk mendengar
suara dari jarak jauh, maka suara keresekan itu terdengar nyata. Hati Ginggi berdebar.
"Harimau …" bisiknya perlahan.
Dan benar saja, ada tubuh besar berbulu kuning dengan polet garis-garis hitam menerjang ke
arah tubuh menjangan bagaikan kilat.
Ginggi harus berani adu cepat, sebab bila terlambat sedikit saja, maka tubuh menjangan muda
itu akan jadi santapan koyakan kuku dan taring-taring tajam.
Ginggi menotolkan ujung jari kakinya kemudian tubuhnya melesat mengarah tubuh Si Raja
Hutan itu.
Harimau itu perhatiannya tengah tercurah kepada buruannya, sehingga manakala terjangan
kaki Ginggi menyerang, dia tak bisa menghindar.
Dukk!
Terdengar suara gerengan keras membelah dada.
Harimau itu pasti kesakitan. Namun Ginggi sadar, sebenarnya kalaulah serangan kakinya tak
dikurangi sampai dua pertiganya, maka binatang besar itu pasti akan terluka amat hebat dan
barangkali akan tewas. Tapi Ginggi tak mau membunuh binatang itu. Hanya saja akibat dari rasa kasihan inilah maka sebagai imbalannya ada serbuan amat ganas dari Si Raja Hutan.
Sang Harimau kini meninggalkan buruannya dan segera mengalihkan serangannya kepada
pemuda itu.
Dengan serta-merta tubuh sebesar kerbau itu melesat terbang mengarah tubuh Ginggi.
Pemuda itu menghindar ke bawah perut harimau. Maka seandainya akan menamatkan riwayat
binatang itu, Ginggi hanya perlu menusuknya dengan ujung jarinya ke arah perut harimau dan
binatang itu niscaya akan tersobek perutnya. Namun Ginggi tak melakukan hal itu. Yang dia
lakukan hanyalah merapatkan tubuhnya di atas tanah dan perut binatang buas itu bergelisir ke
punggung pemuda itu.
Untuk kedua kalinya harimau menerjang keras dengan cakarnya yang tajam. Kembali Ginggi
melengos mundur. Namun tak dinyana, binatang itu menotolkan sebelah kakinya ke atas
tanah sehingga tubuhnya bisa "terbang" kembali menghampiri pemuda itu. Ginggi tak
menyangka akan hal ini. Hanya saja secara tiba-tiba jari beruncing dari kaki depan harimau
sudah bergerak cepat hendak mencarut wajahnya.
bersambung jilid 2...
benar-benar gelap. Tapi tubuh Ki Darma dengan lincahnya berjalan menyusuri jalan setapak
sepertinya di tempat itu diterangi cahaya. Padahal jangankan bisa melihat sekeliling, hanya
untuk melihat jari sendiri saja di depan mata, tak mungkin bisa terlihat.
Walau gelap begini, Ginggi pun bisa mengimbangi langkah gurunya. Hanya saja, dia pun bisa
melangkah bukan karena punya kemampuan melihat dalam gelap seperti gurunya, melainkan
karena naluri saja. Setiap malam dia diajak menyusuri jalan setapak ini di gelap malam dan
Ginggi akhirnya jadi hafal betul. Bahwa kendati gelap, dia bisa menduga, sebentar lagi jalan
setapak ini akan berkelok dan menaik menuju puncak gunung.
Tiba di punggung puncak, di mana ada sebuh bayangan bangunan gubuk, Ginggi mendahului
gurunya dan meloncat ke bale-bale. Tiba di sana langsung menjatuhkan tubuhnya.
"Ambil air!" dengus gurunya.
Ginggi masuk ke dalam gubuk. Keluar lagi sudah menenteng tempat air dari buah kukuk
kering. Tanpa lirik kiri-kanan pemuda itu sudah menotor lubang kukuk. Glek,glek,glek
bunyinya.
"Sialan!" gerutu gurunya.
Mendengar gerutu gurunya ini, Ginggi menyadari kekeliruannya.
"Minumlah, Ki, airnya masih bersisa…" Ginggi menyodorkan kukuk. Tapi gurunya melengos
marah.
Namun ketika Ginggi hendak menegak lagi, Ki Darma segera merebutnya.
"Sini!"
Dan Ki Darma mencoba menenteng kukuk ke atas mulutnya. Namun baru beberapa saat, air
di dalam kukuk sudah kering. Digoyang-goyang beberapa kali, air tak mau keluar.
"Biar aku ambilkan di tempayan…" Ginggi mencoba bergegas.
"Tak perlu."
"Kalau begitu, apa yang mesti aku kerjakan untuk Aki?" Ginggi berusaha menghibur.
"Bertugas kembali!"
"Walah aku musti latihan lagi"
Dan Ki Darma mengangguk.
Dia segera duduk di bale-bale.
Tegak, mematung.
Ginggi berdiri juga tegak mematung. Hanya sepasang tangannya bersilang di dada. Diterpa
angin malam, rambutnya riap-riapan.
"Aku capek sekali, Ki…" katanya dingin.
"Tidak akan secapek rakyat Pajajaran menyimak tindakan rajanya …" gumam Ki Darma.
Ginggi akhirnya menghela napas. Dia pun ikut duduk bersila, berhadap-hadapan dengan
gurunya.
"Setiap Aki menugasiku latihan, selalu saja bicara perihal Raja Pajajaran. Apa yang
sebetulnya tengah terjadi dengannya, Ki?" Ginggi menyeka keringat di wajahnya dengan
punggung tangannya.
Berbarengan dengan hembusan angin malam, Ki Darma pun menghela napas panjang.
"Coba kau nyalakan pelita di tengah ruangan," gumam Ki Darma dengan nada datar.
Ginggi berjingkat untuk menyalakan pelita yang minyaknya diambil dari gajih kelelawar serta
sumbunya dari serat nenas hutan.
Terlihat percikan api manakala sepasang batu sekepalan tangan saling dibenturkan. Percikan
api itu ditampung oleh rambut-ramput pohon enau.
Remang-remang saja api pelita itu namun cukup untuk menerangi ruangan tengah gubuk.
Kedua orang itu kembali duduk bersila saling berhadapan.
"Usiamu sudah dewasa. Sejak kau kupungut di jalanan Wilayah Caringin belasan tahun silam,
waktu sudah terpaut 10 tahun lamanya. Itu cukup pantas untuk mengukir sejarah hidupmu,"
tutur Ki Darma.
Ginggi mengerutkan dahi. Bagian dari latihankah penuturan ini?
"Kerapkali Aki selalu mengatakan hal ini. Apakah benar-benar terjadi? Yang aku ingin
percayai, bahwa Aki ini adalah orangtuaku sendiri," tutur Ginggi.
"Dasar anak gendeng. Tapi itu juga bagus. Hanya percaya kepada sesuatu yang sudah terbukti
kebenarannya memang wajar," tutur Ki Darma tersenyum.
Ginggi masih tetap bersila.
"Nanti kau akan tahu, siapa dirimu sebenarnya bila kelak kau datangi jalan berlumpur di
wilayah Caringin. Carilah sebuah tempat di mana dulu pernah terjadi pertempuran kecil tapi
sempat memakan korban jiwa," kata Ki Darma kemudian.
Ada kerutan di dahi, menandakan Ginggi tertegun mendengar berita ini.
Melihat roman wajah Ginggi, Ki Darma terkekeh-kekeh.
Ginggi menatap gurunya.
"Tapi kalau aku hanya seorang anak kecil yang ditemukan di kubangan lumpur dan Aki tak
tahu siapa kedua orang tuaku, lantas bagaimana mungkin Aki tahu namaku. Siapa sih yang
memberiku nama Ginggi?" tanya anak muda itu kemudian.
"Aku yang memberimu nama."
"Aku pernah berbincang dengan penduduk di kaki gunung. Katanya Ginggi artinya jin atau
iblis, yah sebangsa duruwiksa pembuat kejahatan. mengapa sih, Aki tega memberiku nama
jelek seperti itu?"
"Hahaha! Betul sekali, Ginggi adalah siluman yang akrab dengan berbagai kejahatan!"
"Senangkah aku berbuat jahat?"
"Kau tanyakan sendiri pada dirimu. Sebab pada dasarnya, manusia itu hidup dibekali berbagai
pilihan. Apakah kau memilih yang baik atau sebaliknya, bergantung pada pilihanmu itu. Aku
pilih Ginggi sebab dunia ini tengah dipenuhi duruwiksa jahat. Manusia jadi pemakan manusia
yang lainnya. Ginggi lahir di saat iri dan dengki, aniaya serta fitnah merajalela di bumi
Pajajaran. Nama Ginggi akan selalu mengingatkanmu kelak, apakah akan sekalian kau ikut
pula terperosok ke dalamnya ataukah akan menjadi pemberantasnya," kata Ki Darma panjanglebar.
"Duruwiksa? Begitu kelamkah bumi Pajajaran sehingga disenangi kaum duruwiksa?" gumam
Ginggi.
Ki Darma hanya tersenyum kecut.
"Hidup memang bagaikan berputarnya roda pedati. Ada kalanya di atas, ada kalanya di
bawah. Pajajaran sekarang sedang berada pada bagian paling bawah. Sejak Kangjeng Prabu
Sri Baduga Maharaja tidak lagi memerintah Pajajaran, hampir tak ada kebanggaan yang kita
miliki lagi. Ginggi, hanya Kangjeng Prabu Sri Baduga Maharaja yang kebesarannya bisa
disejajarkan dengan eyang-buyutnya, Prabu Wangi yang gugur di Bubat. Hanya Sri Baduga
yang bisa memimpin negara dengan penuh kebijaksanaan. Selama 39 tahun memimpin negri,
beliau telah sanggup mensejahterakan rakyat, juga mensejahterakan negri-negri lain. Beliau
sanggup memantapkan kehidupan keagamaan padahal di tanah negara ini tengah berlangsung
pergeseran kepercayaan. Hanya beliau yang telah sanggup membangun angkatan perang
padahal tak pernah berlangsung peperangan. Kendati hubungan dengan Cirebon telah retak,
namun dengan mereka tak pernah berlangsung pertempuran. Prabu Sri Baduga Maharaja
adalah raja dari semua raja, harum namanya sehingga beliau pun dijuluki Prabu Siliwangi,"
kata Ki Darma, matanya menerawang ke kejauhan.
"Menurunkah keelokan Kerajaan Pajajaran sesudah Sri Baduga tak berkuasa lagi?" tanya
Ginggi penasaran.
"Tidak benar-benar tergelincir. Tapi penggantinya tak mampu mensejajarkan diri dengan
pendahulunya."
"Siapakah penggantinya, Aki?"
"Dialah Surawisesa, putra Sri Baduga Maharaja."
"Bagaimana cara dia memerintah?"
"Sebenarnya dia baik, hanya sayang ambisinya tak tertahan. Dia penuh ambisi, selalu
mempertahankan kehormatan dengan jalan kekerasan. Kau bayangkan Ginggi, selama 14
tahun memerintah, dia memimpin peperangan sebanyak 15 kali. Pertikaian dengan Demak,
Banten dan Cirebon tak terelakan. Peperangan pun berlangsung."
"Unggulkah Pajajaran?"
Ditanya seperti ini, Ki Darma nampak mengeluh. Tapi keluhnya tertahan di kerongkongan.
Menyakitkan.
"Permusuhan dengan Banten, Demak dan Cirebon, membuat kesedihan buat semua orang
Pajajaran. Pelabuhan penting tempat perniagaan orang Pajajaran lepas sesudah Banten
memisahkan diri. Pajajaran kehilangan Pelabuhan Pontang dan Cibanten. Setahun kemudian,a
Pelabuhan Sunda Kalapa pun jatuh direbutnya. Semua wilayah pesisir utara bahkan dikuasai
Cirebon, sehingga mulai saat itu, Pajajaran tak lagi menguasai lautan. Sunda bukan negara
lautan lagi. Rakyat mencari penghidupan jauh di pedalaman dan hanya menjadi pehuma dan
peladang," tutur Ki Darma.
"Apakah kemudian Pajajaran menjadi hancur?"
"Tidak benar-benar hancur. Sebab meski sudah ada kelompok pengkhianat di tubuh Pajajaran,
namun masih lebih banyak lagi para ksatria Pajajaran yang berani bertahan demi keutuhan
negri. Sang Surawisesa yang putus asa digantikan oleh putranya, yaitu Prabu Ratu Dewata."
"Bagaimana dengan yang lain?"
Ki Darma terkekeh masam.
"Entahlah. Aku sendiri bingung menyimak kehidupan ini. Usiaku 15 tahun ketika Sang Prabu
Sri Baduga Maharajadiwastu (dilantik) di atas batu keramatSriman Sriwacana Palangka Raja .
Aku pun menyaksikan sendiri berbagai perubahan di bumi Pajajaran, sejalan dengan berbagai
macam perubahan kebijaksanaan dari para pemimpinnya. Surawisesa pandai berperang,
digjaya dan penuh semangat. Namun di bawah kepemimpinannya rakyat menderita karena
perang amat berkepanjangan. Limabelas kali peperangan, mengakibatkan banyak anak
kehilangan ayah, istri kehilangan suami dan pehuma melepaskan pekerjaannya. Dan
penggantinya, Sang Ratu Dewata, malah kebalikannya. Dia tak menyukai bentuk-bentuk
kewiraan. Hanya agama dan filsapat saja yang diurusnya. Dia senang tapabrata dan
membesarkan kehidupan keagamaan. Sarana agama berdiri di mana-mana tapi kesejahteraan
lahiriah rakyatnya sendiri tak diperhatikan. Dia membutakan diri terhadap kehidupan lahiriah
termasuk membutakan diri terhadap kehidupan bernegara. Karena kehidupan negara tak
tersentuh, maka rakyat jadi terlantar. Pergeseran kehidupan karena hadirnya agama baru
bernama Islam, jadi sumber malapetaka di Pajajaran. Dalam upaya menahan kehadiran agama
baru, Sang Prabu malah memperkuat agamaKaruhun (nenek- moyang). Dan kebijakan ini
malah menimbulkan berbagai pertikaian. Negara-negara kecil yang semula ada di bawah
payung Pajajaran semakin banyak yang melepaskan diri dan bergabung dengan Banten atau
Cirebon sebab mereka tertarik kepada agama baru. Malah lebih parah dari itu, negara-negara
kecil itu berani menyerbu Pajajaran pula. Maka pada zaman Sang Prabu Dewatalah pusatpusat
keagaman seperti di Sumedanglarang, Jayagiri atau Ciranjang diserbu mereka. Sang
Prabu yang katanya punya cita-cita mempertahankan agama lama yang dianutnya, dalam
kenyataanya sama sekali bahkan tidak sanggup mengobarkan perlawanan. Hanya para perwira
tua yang sanggup bertahan."
"Tak ada pemimpin baru yang sempurna?"
Ditanya seperti ini, wajah Ki Darma makin muram.
"Dari semua keadaan dan peristiwa, maka pada hari-hari belakangan inilah Pajajaran semakin
muram …" kata Ki Darma masih menunduk.
"Apakah semakin menyedihkan?"
"Benar-benar amat menyedihkan, Ginggi …"
"Apakah bumi Pajajaran semakin porak-poranda oleh musuh? Apakah semakin banyak anak
kehilangan ayah dan kemudian banyak istri kehilangan suami?" Ginggi semakin penasaran
mencecar dengan banyak pertanyaan.
Berlatih Melawan Harimau
Dua orang guru dan murid ini masih tetap mengobrol saling berhadapan.
"Tidak ada serbuan musuh. Tidak juga ada orang kehilangan pekerjaan. Bahkan hari ini, di
saat rakyat dipimpin oleh Sang Prabu Ratu Sakti, rakyat begitu giat bekerja," kata Ki Darma.
"Giat bekerja?"
"Betul. Kaum peladang seperti tak punya waktu pulang ke rumah sebab waktu telah
dihabiskan di ladang. Begitu pun pehuma hampir-hampir lupa kalau dirinya punya rumah
sebab seluruh waktunya telah dihabiskan di huma. Kemudian nelayan lebih memilih mati di
tepi sungai ketimbang pulang tak membawa hasil," kata Ki Darma lagi dengan nada berat dan
sumbang.
"Kalau begitu, itulah masa-masa kemakmuran bagi Pajajaran," potong Ginggi
memperlihatkan wajah ceria.
Brak!
Ki Darma malah menggebrak permukaan bale-bale sehingga kulit buah kukuk terlontar ke
udara. Sebelum kulit kukuk itu jatuh ke atas bale-bale, Ginggi segera menangkapnya selagi
benda itu berada di udara.
Sambil memeluk kulit kukuk di haribaan, Ginggi menatap gurunya dengan heran.
"Tidak makmurkah negri Pajajaran di bawah kepemimpinan Sang Prabu Ratu Sakti?" tanya
Ginggi kemudian.
"Pajajaran memang makmur."
"Nah? Jadi mengapa Aki musti marah?"
"Sebab, kemakmuran nyatanya tidak menghasilkan keadilan bagi rakyat. Rakyat tak sejahtera
sebab seluruh kekayaan negara diboyong ke istana!" kata Ki Darma.
"Lho?"
"Semua buah-buahan yang enak-enak ada di kebun istana Tajur Agung. Buah durian
dibiarkan jatuh sendiri dan buah semangka dibiarkan membusuk di mana-mana. Petugas
dapur istana setiap hari dimarahi karena hampir setiap hari pula bulir-bulir padi dibiarkan
membusuk. Itulah saking melimpahnya kekayaan di istana," tutur Ki Darma lagi.
"Hanya melimpah-ruah di seputar istana saja?"
"Ya. Dan semua hanya untuk kepentingan orang-orang istana saja. Untuk kemakmuran para
bangsawan, kerabat raja dan kaumsantana saja."
"Kaum santana?"
"Ya, kaum santana adalah kelompok pedagang kaya atau petugas negara termasuk kalangan
perwira kerajaan…" sahut Ki Darma.
"Jadi, rakyat sendiri dapat bagian apa?"
"Rakyat hanya dapat kewajiban saja dan sangat sedikit bagiannya yang bernama hak."
"Kok bisa-bisanya begitu, ya …" Ginggi berdecak. Bukan decak kagum tapi karena tak habis
mengerti.
Ki Darma nampak menghela napas panjang.
Prabu Ratu Sakti yang memimpin negri hari-hari belakangan ini sebenarnya punya tujuan
baik. Dia ingin mengembalikan Pajajaran ke zaman keemasan seperti dialami oleh Sri Baduga
Maharaja, kakek-buyutnya. Tapi untuk mengembalikan kejayaan negri butuh daya dan tenaga.
Harta kekayaan yang melimpah pun amat dibutuhkan. Hanya bedanya, bila dulu kekayaan
negri melimpah dihasilkan melalui perdagangan antarnegri, kini kekayaan kas negara harus
dihasilkan dari keringat rakyat sendiri. Kemampuan rakyat dipompa habis,seba ditarik
setinggi-tingginya."
"Seba?"
"Seba adalah semacam pajak. Setiap penghasilan rakyat musti dipotong, diberikan kepada
pemerintah. Pajakdasa dancalagara dilipatgandakan."
"Apakah itu?"
"Dasa adalah pajak tenaga perorangan dan calagara merupakan pajak tenaga secara gotongroyong.
Seluruhambarahayat Pajajaran sejak dahulu memang dikenakan pajak-pajak seperti
ini. Mereka diwajibkan mengerjakan huma dan ladang milik negara atau tanah-tanah milik
para bangsawan. Bisa juga mereka dikenakan pajak negara untuk bertugas mencari ikan di
muara dan di laut. Bedanya, dasa dan calagara yang dikerjakan di masa-masa silam, selalu
dilakukan dengan hati senang. Rakyat bekerja penuh pengabdian. Mengolah ladang dan huma
sambil bersenandung, kendati keringat basah mengucur. Anak-anak pun riang-gembira
ikutmarak ataumunday bersama orangtuanya …"
"Apakah marak dan muday itu, Ki"
"Keduanya sama-sama bekerja di muara sungai mencari ikan. Bila hasil ikan
memenuhibuleng , yaitu tempat ikan dari anyaman bambu, maka mereka saling berebutan
memanggulnya sambil riang-gembira. Ikan yang banyak itu, semua diserahkan kepadawadha ,
yaitu petugas negara dalam urusan itu. Ya, rakyat senang mengabdi kepada negara. Itu terjadi di zaman Pajajaran diperintah oleh Sang Prabu Sri Baduga Maharaja, Prabu Siliwangi …"
kata Ki Darma matanya menatap nanar ke taburan bintang di langit.
Ginggi ikut merenung ketika Ki Darma seperti mengumbar lamunan.
"Itulah sebabnya, aku selalu rewel kalau kau malas melakukan latihan …" gumam Ki Darma
kemudian.
Ginggi menatap tajam ke arah gurunya.
"Tugasku apa, Ki?" tanyanya kemudian.
Ki Darma kembali mengeluh pendek. Wajahnya muram semuram cahaya pelita.
"Terlalu besar dan amat mustahil bila kau seorang diri bisa mengubah keadaan. Namun
dengan punya niat suci ikut meringankan beban rakyat, hidupmu telah lebih baik ketimbang
duduk berpangku tangan …"
"Ya, apa tugasku?"
"Banyakcutak (camat) atau pemimpinkandagalante (wedana)di wilayah ini yang kerjanya
memeras rakyat hanya karena mereka ingin dipuji atasannya. Mereka menyiksa dan memaksa,
menghentak mencari jasa. Mereka tertawa bila wilayahnya dipuji sebagai penghasil seba
paling baik tapi sama-sekali tak menggubris rakyat yang menjerit karena tercekik. Itulah
tugasmu, Ginggi. Tidak akan seluruhnya bisa kau selesaikan. Tapi cobalah sebab mencoba
jauh lebih baik ketimbang diam sama-sekali," kata Ki Darma lagi.
Ginggi terpekur mendengar uraian gurunya ini.
"Aku tak tahu apa yang musti dikerjakan. Aku pun bahkan tak tahu dari mana musti mulai …"
kata Ginggi berdesah.
"Kau akan mengalami perjalanan amat panjang. Dan sebelum tiba pada perjalanan
sesungguhnya, kau akan bersusah-susah di tempat ini dulu. Masih banyak yang harus kau
sempurnakan di sini …"
"Urusan kewiraan?"
"Benar, sebab di zaman seperti ini, hanya ilmu kewiraan yang bisa digunakan dalam
mempertahankan hidup," tutur Ki Darma.
***
Seperti apa yang diisyaratkan oleh Ki Darma, Ginggi harus menjalani sesuatu yang jadi
persyaratan.
Tidak siang tidak malam, setiap hari Ginggi harus memperdalam ilmu kewiraan.
Tapi selama hidupnya, sebenarnya Ginggi belum pernah bertemu musuh. Namun, kian
mendalami ilmu yang diberikan oleh Ki Darma, kian jelas pada dirinya, betapa sebenarnya ilmu-ilmu itu hanya diperuntukkan dalam menghadapi musuh. Itu adalah ilmu perkelahian.
Di beberapa bagian, jurus-jurus dan gerakan yang diberikan Ki Darma membuat hati Ginggi
bergidik, sebab jurus-jurus itu disiapkan untuk membunuh lawan.
Pada suatu hari Ginggi diawasi Ki Darma untuk memainkan satu dua jurus perkelahian.
Di puncak Gunung Cakrabuana ini, suasana masih dipenuhi embun karena matahari belum
memancarkan sinarnya. Namun di tengah tanah lapang berumput hijau, Ginggi dan Ki Darma
sudah berdiri tegak.
Puncak Gunung Cakrabuana ini bila dilihat dari kakinya seperti kecil tak berarti. Namun bila
berdiri di puncak, tempat tertinggi dari gunung itu sebetulnya merupakan sebuah lapangan
yang cukup luas. Kalaulah di sini diselenggarakan latihan perang-perangan, maka dua
pasukan besar dengan masing-masing kekuatan seratus prajurit dan saling berhadapan masih
mampu ditampung di lapangan puncak gunung ini.
Sekarang, di pagi hari yang sunyi ini, lapangan begitu luas hanya dipakai oleh dua orang saja.
Malah yang melakukan gerakan berlatih hanya Ginggi seorang saja, sementara itu Ki Darma
sendiri hanya bertindak sebagai pengamat belaka.
Kalau pun ada "orang" ketiga, itu pun hanyalahbebegig saja, yaitu bentuk orang-orangan
terbuat dari susunan jerami padi huma dan kepalanya terbuat dari buah kukuk.
Ginggi berdiri di atas tanah berumput dengan kuda-kuda yang amat aneh, yaitu berdiri hanya
menggunakan satu kaki kanan saja. Agak doyong ke depan sementara lutut agak sedikit
melipat dan ujung telapak kakinya berjingkat. Kedua tangannya bersilang di depan dada.
Tangan kanan terkepal keras dan tangan kiri nampak meluruskan dua jari-jari. Sepasang jarijari
ini tepat membelah muka di bagian hidung.
Ginggi menahan napas, memusatkan pikiran dan segera mencoba mengalirkan tenaga
dalamnya ke kaki kanan. Manakala terdengar bentakan keras dari mulut Ki Darma, Ginggi
pun segera meniru membentak keras. Suaranya melengking tapi akan menyakitkan telinga
bila di sana kebetulan ada yang mendengarnya. Namun belum juga usai suara bentakannya,
Ginggi menjejak panggung dengan kerasnya. Kaki kanan yang tadi agak doyong serentak
bergerak bagaikan per dan badannya melontar ke depan. Secara kilat tubuh pemuda itu
meluncur bagaikan anak-panah hendak menancap di tubuh orang-orangan.
Dan manakala tubuh Ginggi tepat berada di atas orang-orangan, kedudukannya nampak
terbalik, kepala di bawah kaki di atas. Ginggi melakukan gerakan salto. Namun itulah gerakan
serangan paling utuh. Tangan kanan yang tadi terkepal serentak dibuka lebar-lebar dan
didorong ke depan mengarah wajah orang-orangan.
Itu adalah gerakan serangan tamparan. Tapi tangan mengembang itu tidak dilanjutkan untuk
melakukan tamparan namun untuk menghalangi batas pandangan mata musuh. Serangan
sebenarnya yang akan dilakukan adalah melalui tangan kiri. Dua jari tangan yang tajam dan
lurus, secara ganas "menerobos" ubun-ubun orang-orangan itu. Crap! Buah kukuk tertembus
jari Secara cepat, jari tangan kiri segera ditarik dan kini giliran tangan kanan ganti menyerang.
Telapak tangan itu terbuka lebar dan "menepuk" jidat buah kukuk. Prak, "kepala musuh"
pecah berantakan. Tubuh Ginggi jumpalitan beberapa kali untuk kemudian berdiri tegak tiga
depa jauhnya. Namun begitu kaki menjejak tanah, tubuh Ginggi menggigil seperti terserang
demam.
"Ada apa?" Ki Darma kaget.
"Ganas! Ganas!" pekik Ginggi.
"Apanya yang ganas?"
"Serangan itu. Gerakan itu amat mematikan. Ganas dan tak manusiawi!" kutuk Ginggi lagi.
Ki Darma menghela napas dibuatnya.
"Memang begitulah …"
"Tapi mengapa, Aki bilang orang Pajajaran terkenal berbudi halus. Kok sanggup menciptakan
ilmu ganas untuk membunuh orang?"
Lagi-lagi Ki Darma menghela napas panjang.
"Yang penting bagaimana kita memperlakukannya. Ilmu bela diri di mana pun memang ganas
sebab dibuat untuk membunuh lawan. Ilmu bela diri Pajajaran selalu mencari urat kematian
dari mulai ubun-ubun hingga ujung kaki. Namun apakah mentang-mentang punya ilmu, maka
setiap saat kita akan membunuhi orang? Kita pun punya pisau pangot tidak selalu digunakan
untuk menorehi kayu. Ilmu kedigjayaan musti engkau miliki bukan untuk mencari-cari lawan
namun untuk menjauhi lawan. Kalau engkau diserang lawan, cepatlah berkelit. Kalau tak bisa
berkelit, menghindarlah. Kalau tak bisa menghindar, larilah dengan cepat. Tapi kalau masih
dikejar dan terpepet, lawanlah dia. Maka di sanalah ilmumu kau gunakan …" tutur Ki Darma
panjang-lebar.
Namun Ginggi masih tetap terpengaruhi oleh hasil serangannya tadi.
"Itulah kelemahanmu, Ginggi. Satu saat kelemahan ini akan membahayakan dirimu," kata Ki
Darma.
Ginggi tercenung. Ucapan gurunya ini telah beberapa kali dikemukakan. Dan kebenaran katakata
itu pernah terjadi.
Suatu saat Ginggi ditugaskan berburu menjangan untuk persediaan makanan.
Di lereng Gunung Cakrabuana yang berhutan lebat banyak didapat bermacam-macam
binatang seperti kelinci, menjangan namun juga ada meong congkok, macan tutul dan
harimau.
Ketika anak muda itu hendak menangkap seekor menjangan, banyak hambatan menahan
dirinya, yaitu perasaannya selalu tak enak. Menjangan itu tak berdosa, mengapa harus.dibunuh. Menjangan adalah binatang yang lugu. Dia tak merugikan makhluk lainnya. Tidak
pula sanggup membunuh binatang sekecil apa pun. Jadi, mengapa sekarang harus dibunuh?
"Tak selamanya membunuh disebut jahat," ujar gurunya suatu ketika. "Harimau membunuh
bukanlah sebuah kejahatan sebab dia perlu makan. Dia pun tidak serakah sebab bilamana rasa
laparnya sudah hilang dia tak membunuh lagi," tutur gurunya lagi. "Lagi pula, harimau
bukanlah binatang usil. Kalau dia tak diganggu maka dia tak akan mengganggu. Setiap akan
bertemu manusia, harimau selalu menghindar, kecuali kalau kepentingannya akan diganggu
dan dirinya merasa ada dalam bahaya. Berburu menjangan bukan kejahatan sebab kita butuh
makan. Karena di dalam hutan ada menjangan dan dagingnya menyehatkan untuk jadi
makanan, maka menjangan diburu," lanjut Ki Darma lagi.
Ginggi mengintip seekor menjangan. Menjangan itu masih muda. Kalaulah dia manusa,
mungkin seusia dirinya. Atau barangkali belum pantas untuk dilepas sendiri oleh induknya.
Tapi Ginggi tak tahu mengapa menjangan itu malah berkeliaran sendiri, sebab dengan begitu
bakal ada ancaman terhadap nyawanya.
Semula Ginggi akan menimpuk kepala menjangan muda itu dengan batu. Namun karena rasa
kasihan, niat itu diurungkannya.
"Dia akan kutangkap hidup-hidup saja dengan menggunakan ilmuSalimpet Haseup ," pikir
Ginggi. Ini adalah sebuah ilmu untuk menyeruak di tengah-tengah belukar namun tanpa
menimbulkan bunyi keresekan.
Namun belum lagi dia bertindak, dari arah sana ada bunyi keresekan amat halus. Hanya
karena pemuda itu pandai menggunakan ilmuHiliwir Sumping , sejenis ilmu untuk mendengar
suara dari jarak jauh, maka suara keresekan itu terdengar nyata. Hati Ginggi berdebar.
"Harimau …" bisiknya perlahan.
Dan benar saja, ada tubuh besar berbulu kuning dengan polet garis-garis hitam menerjang ke
arah tubuh menjangan bagaikan kilat.
Ginggi harus berani adu cepat, sebab bila terlambat sedikit saja, maka tubuh menjangan muda
itu akan jadi santapan koyakan kuku dan taring-taring tajam.
Ginggi menotolkan ujung jari kakinya kemudian tubuhnya melesat mengarah tubuh Si Raja
Hutan itu.
Harimau itu perhatiannya tengah tercurah kepada buruannya, sehingga manakala terjangan
kaki Ginggi menyerang, dia tak bisa menghindar.
Dukk!
Terdengar suara gerengan keras membelah dada.
Harimau itu pasti kesakitan. Namun Ginggi sadar, sebenarnya kalaulah serangan kakinya tak
dikurangi sampai dua pertiganya, maka binatang besar itu pasti akan terluka amat hebat dan
barangkali akan tewas. Tapi Ginggi tak mau membunuh binatang itu. Hanya saja akibat dari rasa kasihan inilah maka sebagai imbalannya ada serbuan amat ganas dari Si Raja Hutan.
Sang Harimau kini meninggalkan buruannya dan segera mengalihkan serangannya kepada
pemuda itu.
Dengan serta-merta tubuh sebesar kerbau itu melesat terbang mengarah tubuh Ginggi.
Pemuda itu menghindar ke bawah perut harimau. Maka seandainya akan menamatkan riwayat
binatang itu, Ginggi hanya perlu menusuknya dengan ujung jarinya ke arah perut harimau dan
binatang itu niscaya akan tersobek perutnya. Namun Ginggi tak melakukan hal itu. Yang dia
lakukan hanyalah merapatkan tubuhnya di atas tanah dan perut binatang buas itu bergelisir ke
punggung pemuda itu.
Untuk kedua kalinya harimau menerjang keras dengan cakarnya yang tajam. Kembali Ginggi
melengos mundur. Namun tak dinyana, binatang itu menotolkan sebelah kakinya ke atas
tanah sehingga tubuhnya bisa "terbang" kembali menghampiri pemuda itu. Ginggi tak
menyangka akan hal ini. Hanya saja secara tiba-tiba jari beruncing dari kaki depan harimau
sudah bergerak cepat hendak mencarut wajahnya.
bersambung jilid 2...
Thursday, March 17, 2016
Bidadari Dikesunyian.
iya...ini lagu punya makna yg dalam banget.memang ini lagu cinta tp gw gak tau dhani bicara cintanya buat siapa??...
Sgala damai datang saat dia menjelang
Kurasakan lagi sejuk dipeluknya
Halus tutur kata yg slalu tercipta
Mengundang naluri untuk sandarkan letihku
Sgala hampa datang saat dia menghilang
Tak pernah berharap datangnya lagi bidadari
Dia datang tepat di saat yg tak tepat
Kuharap ada yg mengerti mengapa begini
*Dia bidadari,dikesunyian,digelapnya malam
isi sepi
Meski peran itu,mungkin ungkapkan,perasaan hati
kita berdua,saat ini.
Dia masih saja tampakkan senyumnya
Meski bumi yg dia pijak lelahkan langkahnya
Belum cukup rasa yg kini tercipta
Baru saja dia disini wanginya masih tertinggal
Bidadari dikesunyian isi sepi............
Bidadari sambut aku,Bidadari peluk aku........
ini lagu terdapat disalah satu album Ahmad Band yg dikomandoi dhani bersama Andra.nama albumnya ISO,Ideologi Sikap Otak.yang berisi lagu lagu politik,masa reformasi.
Mangkanya gw heran dengan lagu Bidadari Dikesunyian ini.Penggambaran apakah yg terlintas diotak seorang dhani pada lagu ini...
dengan lirik yg sedalam puisi para pujangga dahulu,menembus kabut ranu kumbolo,dalam beku arcapada hingga menjadi puncak lagu abadi BalaDewa.
Meski peran itu?...
Siapa yg berperan dalam panggung itu??...
Sgala damai datang saat dia menjelang
Kurasakan lagi sejuk dipeluknya
Halus tutur kata yg slalu tercipta
Mengundang naluri untuk sandarkan letihku
Sgala hampa datang saat dia menghilang
Tak pernah berharap datangnya lagi bidadari
Dia datang tepat di saat yg tak tepat
Kuharap ada yg mengerti mengapa begini
*Dia bidadari,dikesunyian,digelapnya malam
isi sepi
Meski peran itu,mungkin ungkapkan,perasaan hati
kita berdua,saat ini.
Dia masih saja tampakkan senyumnya
Meski bumi yg dia pijak lelahkan langkahnya
Belum cukup rasa yg kini tercipta
Baru saja dia disini wanginya masih tertinggal
Bidadari dikesunyian isi sepi............
Bidadari sambut aku,Bidadari peluk aku........
ini lagu terdapat disalah satu album Ahmad Band yg dikomandoi dhani bersama Andra.nama albumnya ISO,Ideologi Sikap Otak.yang berisi lagu lagu politik,masa reformasi.
Mangkanya gw heran dengan lagu Bidadari Dikesunyian ini.Penggambaran apakah yg terlintas diotak seorang dhani pada lagu ini...
dengan lirik yg sedalam puisi para pujangga dahulu,menembus kabut ranu kumbolo,dalam beku arcapada hingga menjadi puncak lagu abadi BalaDewa.
Meski peran itu?...
Siapa yg berperan dalam panggung itu??...
Info opp wilayah jakarta
BINGUNG MILIH TRAVEL YG BAGUS ATAU TRAVEL YG BISA UMROH GRATIS??
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
Pertamatama yg harus diperhatikan adalah Biro Travel Umrah Haji yg menawarkan HARGA yg tidak RASIONAL !!
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
Pertamatama yg harus diperhatikan adalah Biro Travel Umrah Haji yg menawarkan HARGA yg tidak RASIONAL !!
CERDAS memilih Biro Travel Umroh Haji.Pastikan pilih Travel yg selalu memperbaharui IZIN Travel ke DEPAG setiap 3 th sekali.
☑ haji.kemenag.go.id/v2/basisdata/daftar-ppiu.
☑ haji.kemenag.go.id/v2/basisdata/daftar-ppiu.
Naah...
Untuk teman teman yg pengen UMROH GRATIS.
Yuk hadir di seminar
"THE MIRACLE OF BAITULLAH, Mudahnya Umroh & Kaya Berkah &Ilmu percepatan rejeki
Untuk teman teman yg pengen UMROH GRATIS.
Yuk hadir di seminar
"THE MIRACLE OF BAITULLAH, Mudahnya Umroh & Kaya Berkah &Ilmu percepatan rejeki
((( HADIR & BUKTIKAN !! )))
DAAN MOGOT - JAKBAR
Kamis 17 Maret 2016
Jam : 16.00
RM.SIMPANG RAYA
Jl.Daan Mogot Raya No.77 Grogol
(dekat Indosiar-Hotel Grand Tjokro)
HTM : Rp50ribu
GS : NUNING
Kamis 17 Maret 2016
Jam : 16.00
RM.SIMPANG RAYA
Jl.Daan Mogot Raya No.77 Grogol
(dekat Indosiar-Hotel Grand Tjokro)
HTM : Rp50ribu
GS : NUNING
BEKASI BARAT
Sabtu 19 Maret 2016
Jam : 15.30
RM.Wulansari
Jl.Kemakmuran No. 45-47 RS Hermina
HTM : Rp50ribu
GS : RIESKY PURBIANTO
Sabtu 19 Maret 2016
Jam : 15.30
RM.Wulansari
Jl.Kemakmuran No. 45-47 RS Hermina
HTM : Rp50ribu
GS : RIESKY PURBIANTO
AMPERA,KEMANG JAKSEL. SABTU,19 MARET 2016
Jam : 10.00
Rest.ISTANBUL TURKEY
Jl.Ampera Raya No.7 Kemang
(Keluar Tol Cilandak Kanan, pertigaan ke 2 ada di kiri)
HTM : Rp50rb
GS : EKA PRIHARTINI,S.Pd & H.M.YASAN,SE
Jam : 10.00
Rest.ISTANBUL TURKEY
Jl.Ampera Raya No.7 Kemang
(Keluar Tol Cilandak Kanan, pertigaan ke 2 ada di kiri)
HTM : Rp50rb
GS : EKA PRIHARTINI,S.Pd & H.M.YASAN,SE
CIPAYUNG JAKTIM SABTU,19 MARET 2016
Jam : 13.30
YAYASAN TAMAN IMANI IQRO
Jl.Ry Pondok Rangon POLSEK Cipayung HTM : Rp25ribu
GS : EKA PRIHARTINI,S.Pd dan Ely Halimah
Jam : 13.30
YAYASAN TAMAN IMANI IQRO
Jl.Ry Pondok Rangon POLSEK Cipayung HTM : Rp25ribu
GS : EKA PRIHARTINI,S.Pd dan Ely Halimah
PURI KEMBANGAN-JAKBAR
Minggu 20 Maret 2016
Jam : 10.00
RM.SEDERHANA LINTAU
Jl.Pasanggrahan Raya No.8 Puri
(Dkt RANCH MARKET Fly Over PURI)
HTM : 50ribu
GS: H.Herry Suprayogi,SE dan Eka Prihartini
Minggu 20 Maret 2016
Jam : 10.00
RM.SEDERHANA LINTAU
Jl.Pasanggrahan Raya No.8 Puri
(Dkt RANCH MARKET Fly Over PURI)
HTM : 50ribu
GS: H.Herry Suprayogi,SE dan Eka Prihartini
CIKOKOL TANGERANG
MINGGU,20 Maret 2016
Jam : 15.30
RM.PADANG SEDERHANA
(Fly Over Mall Bale Kota Cikokol)
HTM : Rp50ribu
GS : HERRY SUPRAYOGI,SE dan Eka Prihartini
MINGGU,20 Maret 2016
Jam : 15.30
RM.PADANG SEDERHANA
(Fly Over Mall Bale Kota Cikokol)
HTM : Rp50ribu
GS : HERRY SUPRAYOGI,SE dan Eka Prihartini
TAMBUN - KALIMALANG
Minggu 20 Maret 2016
Jam : 15:30
Pampalassa resto & cafe
Jl.Kalimalang dkt Hotel Danau Indah
HTM : Rp50ribu
GS : H.M.YASAN,SE
Minggu 20 Maret 2016
Jam : 15:30
Pampalassa resto & cafe
Jl.Kalimalang dkt Hotel Danau Indah
HTM : Rp50ribu
GS : H.M.YASAN,SE
Catat tgl seminarnya dan share BC blog ini sbg Undangan Resmi
Undangan terbuka tuk UMUM.
Ingat yg ngundang yaa...
Yusrian 08152021972
Undangan terbuka tuk UMUM.
Ingat yg ngundang yaa...
Yusrian 08152021972
Senja Jatuh Di Pajajaran
Novel trilogi dengan setting masa pajajaran.
buah karya AAN MERDEKA.
Yg suka silahkan baca..
Jilid 01_______________________
Suara tepukan itu iramanya terdengar beraturan. Dan yang lebih khas dari itu, keras
menyakitkan karena tepukannya dilakukan dengan pengerahan tenaga dalam yang kuat.
Suara itu terus menggema ke segala arah. Dan untuk yang kesekian kalinya, terlihat burung burung
beterbangan dari dahan-dahan pohon pinus karena kaget.
Namun manakala ribuan kelelawar melintas di goresan-goresan merah lembayung di ufuk
barat, suara tepukan segera berhenti.
"Lanjutkan, Ginggi!" teriak satu suara yang berat.
"Tapi, kelelawar sudah mulai meninggalkan sarang, Aki," jawab suara lainnya agak tinggi
melengking.
"Aku katakan, lanjutkan tugasmu, Ginggi!" yang bersuara berat terdengar membentak dan
suaranya seperti memukul gendang telinga yang mendengar.
Namun suara tepukan belum terdengar juga.
"Aki, lihatlah! Kedua belah tanganku sudah pecah kulitnya dan ada darah keluar dari lubang
pori-porinya. Pedih dan menyakitkan. Tidakkah ini menyiksa diriku?" keluh si suara kecil
melengking dengan nada jengkel. Namun dijawab juga oleh suara nada berat tak lebih
jengkelnya, "Penderitaanmu dalam melaksanakan tugas latihan ini tidak separah rakyat
Pajajaran, Ginggi.
Hancur kulit telapak tangan tak seberapa, sebab dalam sehari dua hari akan
sembuh dengan sendirinya. Tapi hancur hati dan perasaan tak mungkin terobati sampai akhir
hayat," kata si suara berat.
Hening sejenak. Terkecuali ada bunyi serangga yang terdengar dari kejauhan. Mungkin
datang dari gundukan hutan pinus yang kini mulai dipeluk kabut tipis.
Udara semakin dingin manakala kabut senja jatuh semakin menebal. Namun dua orang aneh
yang asyik berdebat itu masih jua tak beranjak. Keduanya bahkan sedang melakukan gerakangerakan
aneh di bawah lembah memanjang, sebuah tempat yang paling dingin di puncak
gunung, karena tempat itu jadi pusat perjalanan angin.
Kedua orang itu mengambil tempat di sela-sela beberapa pohon loa yang besar dan
berjanggut. Yang satu duduk bersila dengan punggung tegak serta dada membusung. Usianya
mungkin sekitar 60 tahunan. Ada kumis tebal dan jenggot menggapuy hingga sebatas dada
dan semuanya berwarna putih keperak-perakan. Kepalanya diikat kain pengikat berwarna nila
namun tak sanggup menyembunyikan rambutnya yang lebat riap-riapan. Kalau lembayung tak
begitu tipis, mungkin akan merupakan paduan indah serasi bila warna emas lembayung itu
sanggup menerpa warna perak rambut orang tua itu.
Ini sebuah pemandangan aneh. Di senja bercuaca dingin seperti itu, di mana kabut mulai
menggayut, tapi dada bidang lelaki itu penuh bersimbah keringat.
Dan yang tak kalah anehnya adalah pelaku satunya lagi.
Lelaki ini usianya jauh lebih muda lagi, barangkali sekitar 15 atau 16 tahunan. Kendati
rambutnya sama panjang dan sama tergerai, namun rambut pemuda ini nampak hitam legam
dan tebal. Ada sedikit keriting di ujung-ujungnya.
Dia pun sama tak berbaju, kecuali celanapangsi , yaitu celana panjang sebatas betis berwarna
nila.
Karena tak berbaju pula, maka nampak dadanya yang bidang pula. Ada tonjolan otot di
sepasang lengannya.
Pemuda itu nampak lugu. Wajahnya hampir bulat telur, hidungnya sedikit mancung, mulutnya
selalu menyungging senyum. Dan yang paling menonjol dari semuanya, sepasang matanya
berbinar bulat.
Rambutnya yang subur hitam nampak tergerai menyapu tanah. Begitu panjangkah hingga
sanggup menyapu tanah?
Ouw, ternyata bukan rambut itu yang terlalu panjang. Bisa tergerai menyapu tanah lantaran
tubuh pemuda itu posisinya dalam keadaan tak normal.
Anak muda ini ternyata tengah melakukan atraksi. Seraya sepasang telapak tangannya masih
bertepuk-tepuk lambat dengan pengerahan tenaga dalam, kaki-kakinya nampak tengah
bergayut di dahan pohon loa.
Kalau bertapa dengan kedudukan tubuh terbalik, maka orang Pajajaran bilang itu adalahtapa
sungsang . Tapi anak muda itu sebetulnya bukan tapa sungsang, melainkan tengah berlatih
ilmu kedigjayaan.
"Aku tidak bilang bahwa kesengsaraanku lebih tinggi dari rakyat Pajajaran. Yang aku
perbincangkan adalah soal janji Ki Darma sendiri," gumam anak muda itu masih bergayut.
"Aku memang senang berjanji tapi rasa-rasanya tak ada janji yang tak aku tepati," jawab si
lelaki tua.
"Coba, janji apa yang aku langgar, Ginggi?"
"Tadi dinihari Aki bilang bahwa latihanku hanya akan berlangsung dari mulai kelelawar
pulang sarang hingga mereka kembali ke luar sarang. Nah, sekarang lihatlah di atas awan
lembayung, bukankah kelelawar mulai keluar sarang?" tanya anak muda yang ternyata
bernama Ginggi itu.
Lelaki tua yang disebutnya Ki Darma itu tertawa terkekeh-kekeh.
"Memang itu yang aku katakan sejak tiga hari yang lalu," jawabnya."Jadi, apanya yang
salah?"
"Sekarang, kelelawar mulai keluar sarang!" Ginggi menatap gurunya dengan wajah terbalik.
"Memang mulai keluar sarang."
"Ya, tapi mengapa aku disuruh latihan terus!"
"Ya harus, sebab kelelawar mulai keluar sarang!"
"Aki licik!" "Kugampar mulutmu bila sekali lagi kau bilang aku licik!" Ki Darma nampak
mengangkat tangan seolah mau menampar mulut muridnya.
"Coba kau sebutkan, omonganku yang mana yang kau anggap licik!" tanya Ki Darma lagi.
Tangannya tetap mau menggampar mulut Ginggi.
"Baru mulai, tolol! Kan aku bilang, latihan berhenti kalau kelelawar baru keluar dari sarang.
Sekarang memang baru mulai!" Ki Darma membentak marah.
"Maksudmu, semua kelelawar mesti keluar dulu?"
"Begitulah!"
"Waduh, mati aku! Jadi sampai kapan latihan ini bisa selesai? Lihatlah Aki, bukan lagi ribuan,
bahkan puluhan ribu kelelawar sudah keluar dari sarang. Bila harus menunggu kelelawar
paling akhir, kapan selesainya?" Ginggi garuk-garuk kepala.
"Tidak musti menunggu semua habis keluar. Satu kelelawar yang datang di rombongan paling
belakang, itulah sasaranmu."
"Apa yang harus aku lakukan ?"
"Timpuklah dengan buah loa."
"Dan musti kena?"
"Dan musti kena!"
"Celaka!"
"Dasar anak malas! Tolol kamu!" lagi-lagi Ki Darma membentak
Untuk kesekian kalinya, Ginggi menepuk-nepuk sepasang telapak tangannya, seolah tak mau
mentaati apa perintah gurunya. Namun manakala datang lagi serombongan kelelawar di
angkasa, sepasang kakinya yang menggayut di dahan pohon loa segera dilepas. Serentak
dengan itu dia jumpalitan. Ketika sepasang kakinya menjejak tanah, ujungnya dia hentakan
pada tonjolan batu. Maka tubuhnya mumbul lagi ke udara. Dia jumpalitan lagi. Pas tangannya
berada di dahan pohon, dia petik satu buah loa. Dan serentak dengan itu dia timpukkan ke
udara.
Siuuuut! Plass!
Terdengar suara elahan napas kecewa dari Ki Darma. Ginggi pun menoleh pada gurunya
dengan nada kecewa.
"Tapi sedikit lagi hampir kena, Ki …" gumam Ginggi seperti ingin menghibur, entah
menghibur siapa. Yang jelas, Ki Darma sudah melengos pergi dan berlari-lari kecil
meninggalkan Ginggi dengan cara berloncatan pada tonjolan-tonjolan batu. Ki Darma
menaiki lembah dengan cara seperti itu.
Ginggi pun segera mengikutinya namun dengan cara merayap biasa saja. Dan dengan susahpayah,
baru bisa menaiki tebing untuk meninggalkan lembah.
"Kalau senja tak semakin meremang, aku yakin, kelelawar itu bisa aku timpuk …" gumam
Ginggi seorang diri ketika sudah berada di belakang tubuh Ki Darma.
"Tapi mataku tak pernah terpengaruh siang dan malam. Yang menentukan ke mana harus
menyerang adalah kepastian di mana sasaran berada," kata Ki Darma.
"Tapi, Aki…"
"Ya, karena kau tolol tak sanggup menangkap gerakan kelelawar itu!" potong Ki Darma tak
mau memberi peluang Ginggi untuk mengemukakan alasan.
"Aku akan sungguh-sungguh berlatih, Ki …"
"Bukan berlatih tapi bertugas. Latihan itu hanya bagian penting dari tugas besarmu!"
"Baik, Ki."
"Nanti lewat tengah malam, aku akan bunyikn kentongan selama sepemakan sirih. Sesudah
itu aku akan ciptakan suasana sunyi sepemakan sirih pula. Kau musti bisa menulikan telinga
di saat ada suara namun juga musti bisa menemukan suara sekecil dan sehalus apa pun di saat
sunyi."
"Baik, Ki…"
"Latihan itu akan berlangsung empat-puluh malam lamanya."
"Ba…baik, Aki …" kata Ginggi kembali melangkah.
"Diam dulu."
"Ya. Aki…"
"Setamat latihan ini kau akan merangkak ke tahap selanjutnya."
"Apakah itu, Aki?"
"Kau musti bersila di sebuah ruangan tertutup tak ada cahaya, kecuali cahaya lantera."
"Baik, Aki."
"Dan latihan empat puluh malam empat puluh hari!"
"Ba…baik, Aki…" Ginggi menghela napas pelan namun tertangkap oleh telinga gurunya.
"Kau mengeluh?"
"Tidak, Aki…"
"Bohong bukan sikapmu. Kalau kau mengeluh, mengeluh kalau kau tidak, tidak."
"Aku mengeluh, Aki."
"Lantas, bagaimana tentang latihan ini?" Ki Darma menoleh ke belakang.
"Mengeluh bukan berarti tak akan melaksanakan tugas, Ki…" sahut Ginggi.
"Tapi akan lebih baik melakukan tugas tanpa keluhan," potong gurunya.
Ginggi mengangguk.(bersambung)
Pengen tau kelanjutannya?....
Ikuti terus Radio80an yaa..
buah karya AAN MERDEKA.
Yg suka silahkan baca..
Jilid 01_______________________
Suara tepukan itu iramanya terdengar beraturan. Dan yang lebih khas dari itu, keras
menyakitkan karena tepukannya dilakukan dengan pengerahan tenaga dalam yang kuat.
Suara itu terus menggema ke segala arah. Dan untuk yang kesekian kalinya, terlihat burung burung
beterbangan dari dahan-dahan pohon pinus karena kaget.
Namun manakala ribuan kelelawar melintas di goresan-goresan merah lembayung di ufuk
barat, suara tepukan segera berhenti.
"Lanjutkan, Ginggi!" teriak satu suara yang berat.
"Tapi, kelelawar sudah mulai meninggalkan sarang, Aki," jawab suara lainnya agak tinggi
melengking.
"Aku katakan, lanjutkan tugasmu, Ginggi!" yang bersuara berat terdengar membentak dan
suaranya seperti memukul gendang telinga yang mendengar.
Namun suara tepukan belum terdengar juga.
"Aki, lihatlah! Kedua belah tanganku sudah pecah kulitnya dan ada darah keluar dari lubang
pori-porinya. Pedih dan menyakitkan. Tidakkah ini menyiksa diriku?" keluh si suara kecil
melengking dengan nada jengkel. Namun dijawab juga oleh suara nada berat tak lebih
jengkelnya, "Penderitaanmu dalam melaksanakan tugas latihan ini tidak separah rakyat
Pajajaran, Ginggi.
Hancur kulit telapak tangan tak seberapa, sebab dalam sehari dua hari akan
sembuh dengan sendirinya. Tapi hancur hati dan perasaan tak mungkin terobati sampai akhir
hayat," kata si suara berat.
Hening sejenak. Terkecuali ada bunyi serangga yang terdengar dari kejauhan. Mungkin
datang dari gundukan hutan pinus yang kini mulai dipeluk kabut tipis.
Udara semakin dingin manakala kabut senja jatuh semakin menebal. Namun dua orang aneh
yang asyik berdebat itu masih jua tak beranjak. Keduanya bahkan sedang melakukan gerakangerakan
aneh di bawah lembah memanjang, sebuah tempat yang paling dingin di puncak
gunung, karena tempat itu jadi pusat perjalanan angin.
Kedua orang itu mengambil tempat di sela-sela beberapa pohon loa yang besar dan
berjanggut. Yang satu duduk bersila dengan punggung tegak serta dada membusung. Usianya
mungkin sekitar 60 tahunan. Ada kumis tebal dan jenggot menggapuy hingga sebatas dada
dan semuanya berwarna putih keperak-perakan. Kepalanya diikat kain pengikat berwarna nila
namun tak sanggup menyembunyikan rambutnya yang lebat riap-riapan. Kalau lembayung tak
begitu tipis, mungkin akan merupakan paduan indah serasi bila warna emas lembayung itu
sanggup menerpa warna perak rambut orang tua itu.
Ini sebuah pemandangan aneh. Di senja bercuaca dingin seperti itu, di mana kabut mulai
menggayut, tapi dada bidang lelaki itu penuh bersimbah keringat.
Dan yang tak kalah anehnya adalah pelaku satunya lagi.
Lelaki ini usianya jauh lebih muda lagi, barangkali sekitar 15 atau 16 tahunan. Kendati
rambutnya sama panjang dan sama tergerai, namun rambut pemuda ini nampak hitam legam
dan tebal. Ada sedikit keriting di ujung-ujungnya.
Dia pun sama tak berbaju, kecuali celanapangsi , yaitu celana panjang sebatas betis berwarna
nila.
Karena tak berbaju pula, maka nampak dadanya yang bidang pula. Ada tonjolan otot di
sepasang lengannya.
Pemuda itu nampak lugu. Wajahnya hampir bulat telur, hidungnya sedikit mancung, mulutnya
selalu menyungging senyum. Dan yang paling menonjol dari semuanya, sepasang matanya
berbinar bulat.
Rambutnya yang subur hitam nampak tergerai menyapu tanah. Begitu panjangkah hingga
sanggup menyapu tanah?
Ouw, ternyata bukan rambut itu yang terlalu panjang. Bisa tergerai menyapu tanah lantaran
tubuh pemuda itu posisinya dalam keadaan tak normal.
Anak muda ini ternyata tengah melakukan atraksi. Seraya sepasang telapak tangannya masih
bertepuk-tepuk lambat dengan pengerahan tenaga dalam, kaki-kakinya nampak tengah
bergayut di dahan pohon loa.
Kalau bertapa dengan kedudukan tubuh terbalik, maka orang Pajajaran bilang itu adalahtapa
sungsang . Tapi anak muda itu sebetulnya bukan tapa sungsang, melainkan tengah berlatih
ilmu kedigjayaan.
"Aku tidak bilang bahwa kesengsaraanku lebih tinggi dari rakyat Pajajaran. Yang aku
perbincangkan adalah soal janji Ki Darma sendiri," gumam anak muda itu masih bergayut.
"Aku memang senang berjanji tapi rasa-rasanya tak ada janji yang tak aku tepati," jawab si
lelaki tua.
"Coba, janji apa yang aku langgar, Ginggi?"
"Tadi dinihari Aki bilang bahwa latihanku hanya akan berlangsung dari mulai kelelawar
pulang sarang hingga mereka kembali ke luar sarang. Nah, sekarang lihatlah di atas awan
lembayung, bukankah kelelawar mulai keluar sarang?" tanya anak muda yang ternyata
bernama Ginggi itu.
Lelaki tua yang disebutnya Ki Darma itu tertawa terkekeh-kekeh.
"Memang itu yang aku katakan sejak tiga hari yang lalu," jawabnya."Jadi, apanya yang
salah?"
"Sekarang, kelelawar mulai keluar sarang!" Ginggi menatap gurunya dengan wajah terbalik.
"Memang mulai keluar sarang."
"Ya, tapi mengapa aku disuruh latihan terus!"
"Ya harus, sebab kelelawar mulai keluar sarang!"
"Aki licik!" "Kugampar mulutmu bila sekali lagi kau bilang aku licik!" Ki Darma nampak
mengangkat tangan seolah mau menampar mulut muridnya.
"Coba kau sebutkan, omonganku yang mana yang kau anggap licik!" tanya Ki Darma lagi.
Tangannya tetap mau menggampar mulut Ginggi.
"Baru mulai, tolol! Kan aku bilang, latihan berhenti kalau kelelawar baru keluar dari sarang.
Sekarang memang baru mulai!" Ki Darma membentak marah.
"Maksudmu, semua kelelawar mesti keluar dulu?"
"Begitulah!"
"Waduh, mati aku! Jadi sampai kapan latihan ini bisa selesai? Lihatlah Aki, bukan lagi ribuan,
bahkan puluhan ribu kelelawar sudah keluar dari sarang. Bila harus menunggu kelelawar
paling akhir, kapan selesainya?" Ginggi garuk-garuk kepala.
"Tidak musti menunggu semua habis keluar. Satu kelelawar yang datang di rombongan paling
belakang, itulah sasaranmu."
"Apa yang harus aku lakukan ?"
"Timpuklah dengan buah loa."
"Dan musti kena?"
"Dan musti kena!"
"Celaka!"
"Dasar anak malas! Tolol kamu!" lagi-lagi Ki Darma membentak
Untuk kesekian kalinya, Ginggi menepuk-nepuk sepasang telapak tangannya, seolah tak mau
mentaati apa perintah gurunya. Namun manakala datang lagi serombongan kelelawar di
angkasa, sepasang kakinya yang menggayut di dahan pohon loa segera dilepas. Serentak
dengan itu dia jumpalitan. Ketika sepasang kakinya menjejak tanah, ujungnya dia hentakan
pada tonjolan batu. Maka tubuhnya mumbul lagi ke udara. Dia jumpalitan lagi. Pas tangannya
berada di dahan pohon, dia petik satu buah loa. Dan serentak dengan itu dia timpukkan ke
udara.
Siuuuut! Plass!
Terdengar suara elahan napas kecewa dari Ki Darma. Ginggi pun menoleh pada gurunya
dengan nada kecewa.
"Tapi sedikit lagi hampir kena, Ki …" gumam Ginggi seperti ingin menghibur, entah
menghibur siapa. Yang jelas, Ki Darma sudah melengos pergi dan berlari-lari kecil
meninggalkan Ginggi dengan cara berloncatan pada tonjolan-tonjolan batu. Ki Darma
menaiki lembah dengan cara seperti itu.
Ginggi pun segera mengikutinya namun dengan cara merayap biasa saja. Dan dengan susahpayah,
baru bisa menaiki tebing untuk meninggalkan lembah.
"Kalau senja tak semakin meremang, aku yakin, kelelawar itu bisa aku timpuk …" gumam
Ginggi seorang diri ketika sudah berada di belakang tubuh Ki Darma.
"Tapi mataku tak pernah terpengaruh siang dan malam. Yang menentukan ke mana harus
menyerang adalah kepastian di mana sasaran berada," kata Ki Darma.
"Tapi, Aki…"
"Ya, karena kau tolol tak sanggup menangkap gerakan kelelawar itu!" potong Ki Darma tak
mau memberi peluang Ginggi untuk mengemukakan alasan.
"Aku akan sungguh-sungguh berlatih, Ki …"
"Bukan berlatih tapi bertugas. Latihan itu hanya bagian penting dari tugas besarmu!"
"Baik, Ki."
"Nanti lewat tengah malam, aku akan bunyikn kentongan selama sepemakan sirih. Sesudah
itu aku akan ciptakan suasana sunyi sepemakan sirih pula. Kau musti bisa menulikan telinga
di saat ada suara namun juga musti bisa menemukan suara sekecil dan sehalus apa pun di saat
sunyi."
"Baik, Ki…"
"Latihan itu akan berlangsung empat-puluh malam lamanya."
"Ba…baik, Aki …" kata Ginggi kembali melangkah.
"Diam dulu."
"Ya. Aki…"
"Setamat latihan ini kau akan merangkak ke tahap selanjutnya."
"Apakah itu, Aki?"
"Kau musti bersila di sebuah ruangan tertutup tak ada cahaya, kecuali cahaya lantera."
"Baik, Aki."
"Dan latihan empat puluh malam empat puluh hari!"
"Ba…baik, Aki…" Ginggi menghela napas pelan namun tertangkap oleh telinga gurunya.
"Kau mengeluh?"
"Tidak, Aki…"
"Bohong bukan sikapmu. Kalau kau mengeluh, mengeluh kalau kau tidak, tidak."
"Aku mengeluh, Aki."
"Lantas, bagaimana tentang latihan ini?" Ki Darma menoleh ke belakang.
"Mengeluh bukan berarti tak akan melaksanakan tugas, Ki…" sahut Ginggi.
"Tapi akan lebih baik melakukan tugas tanpa keluhan," potong gurunya.
Ginggi mengangguk.(bersambung)
Pengen tau kelanjutannya?....
Ikuti terus Radio80an yaa..
Sekolah Anugerah by ibu Yuni Setiawati
Sebuah pesan yg saya ambil dari bbm seorang teman.Rasanya bagus juga buat motivasi pagi ini.
"""SEKOLAH ANUGERAH"""
Dibaca pelan2 ya ...
bagus untuk improvεmεnt ...
bagus untuk improvεmεnt ...
Yang indah hanya sεmεntara
Yang abadi adalah kεnangan
Yang ikhlas hanya dari hati
Yang tulus hanya dari sanubari
Tidak mudah mεncari yang hilang
Tidak mudah mεngεjar impian
Namun yang lεbih susah mεmpεrtahankan yang sudah ada karεna walaupun tεrgεnggam bisa tεrlεpas juga
Ingatlah pada pεpatah, "Jika kamu tidak mεmiliki apa yang kamu sukai, maka sukailah apa yang kamu miliki saat ini"
Bεlajar mεnεrima apa adanya dan bεrpikir positif
Rumah mεwah bagai istana, harta bεnda yang tak tεrhitung, kεdudukan, dan jabatan yang luar biasa, namun... Kεtika nafas tεrakhir tiba, sεbatang jarum pun tak bisa dibawa pεrgi bahkan sεhεlai bεnang pun tak bisa dimiliki apalagi yang mau dipεrεbutkan? apalagi yang mau disombongkan ??
Maka jalanilah hidup ini dεngan kεinsafan nurani
Jangan tεrlalu pεrhitungan
Jangan hanya mau mεnang sεndiri
Jangan suka sakiti sεsama
Bεlajarlah, tiada hari tanpa kasih
Sεlalu bεrlapang dada dan mengalah
Lepaskan beban, hidup dengan cεria,
Tak ada yang tak bisa diikhlaskan....
Tak ada sakit hati yang tak bisa dimaafkan...
Tak ada dεndam yang tak bisa tεrhapus..
Jalanilah hidup ini dεngan sεgala sifat positif yang kita miliki..
dengan,
Yang abadi adalah kεnangan
Yang ikhlas hanya dari hati
Yang tulus hanya dari sanubari
Tidak mudah mεncari yang hilang
Tidak mudah mεngεjar impian
Namun yang lεbih susah mεmpεrtahankan yang sudah ada karεna walaupun tεrgεnggam bisa tεrlεpas juga
Ingatlah pada pεpatah, "Jika kamu tidak mεmiliki apa yang kamu sukai, maka sukailah apa yang kamu miliki saat ini"
Bεlajar mεnεrima apa adanya dan bεrpikir positif
Rumah mεwah bagai istana, harta bεnda yang tak tεrhitung, kεdudukan, dan jabatan yang luar biasa, namun... Kεtika nafas tεrakhir tiba, sεbatang jarum pun tak bisa dibawa pεrgi bahkan sεhεlai bεnang pun tak bisa dimiliki apalagi yang mau dipεrεbutkan? apalagi yang mau disombongkan ??
Maka jalanilah hidup ini dεngan kεinsafan nurani
Jangan tεrlalu pεrhitungan
Jangan hanya mau mεnang sεndiri
Jangan suka sakiti sεsama
Bεlajarlah, tiada hari tanpa kasih
Sεlalu bεrlapang dada dan mengalah
Lepaskan beban, hidup dengan cεria,
Tak ada yang tak bisa diikhlaskan....
Tak ada sakit hati yang tak bisa dimaafkan...
Tak ada dεndam yang tak bisa tεrhapus..
Jalanilah hidup ini dεngan sεgala sifat positif yang kita miliki..
dengan,
SELAMAT PAGI
S = Sebelum
E = Engkau
L = Lakukan segala
A = Aktifitasmu
M = Mintalah pada
A = Allah Swt untuk
T = Turut bersamamu
KARENA
P = Pada Dia Allah Swt
A = Ada kekuatan
G = Gairah & suka cita yang
I = Indah serta luar biasa
S = Sebelum
E = Engkau
L = Lakukan segala
A = Aktifitasmu
M = Mintalah pada
A = Allah Swt untuk
T = Turut bersamamu
KARENA
P = Pada Dia Allah Swt
A = Ada kekuatan
G = Gairah & suka cita yang
I = Indah serta luar biasa
Sedikit Renungan
.....Renungan.....
''':''Baru kemarin''':''':
''':''Baru kemarin''':''':
Baru kemarin dia cantik , tampan dan jadi rebutan ...
Sekarang ? Meskipun masih cantik masih tampan tetapi tak ada yang sudi mendekatinya, apalagi memilikinya... !?
Sekarang ? Meskipun masih cantik masih tampan tetapi tak ada yang sudi mendekatinya, apalagi memilikinya... !?
Baru kemarin dia memikat, mempesona dan menarik simpati...
Tetapi sekarang, orang yg paling dekat hendak pendamkan jasadnya ke dalam tanah secepatnya... !
Tetapi sekarang, orang yg paling dekat hendak pendamkan jasadnya ke dalam tanah secepatnya... !
Baru kemarin dia selalu dinanti²...
Sekarang keluarga pun tak mau dia ada dirumah lama²...
Sekarang keluarga pun tak mau dia ada dirumah lama²...
Baru kemarin dia lincah , gagah dan perkasa ...
Tetapi sekarang, mengedipkan mata pun dia tak sanggup...!
Tetapi sekarang, mengedipkan mata pun dia tak sanggup...!
Baru kemarin dia beli pakaian model terbaru...
Sekarang dia pakai pakaian model lama...!
Sekarang dia pakai pakaian model lama...!
Baru kemarin dia selesaikan cicilan kendaraan baru milik pribadi...
Sekarang dia pakai kendaraan inventaris Masjid...
Baru kemarin dia beli parfum kualitas import ...
Sekarang tubuhnya wangi pandan dan kapur barus...!
Sekarang dia pakai kendaraan inventaris Masjid...
Baru kemarin dia beli parfum kualitas import ...
Sekarang tubuhnya wangi pandan dan kapur barus...!
Baru kemarin dia luluran di salon langganan ...
Sekarang dia luluran dengan tanah...!
Sekarang dia luluran dengan tanah...!
Baru kemarin dia makan enak di restoran mewah...
Sekarang dia yg jadi makanan enak para cacing, ulat, kecoa dsb...
Sekarang dia yg jadi makanan enak para cacing, ulat, kecoa dsb...
Baru kemarin dia beli lampu kamar eksklusif 100 watt...
Sekarang dia dalam ruang gelap 24 jam...!
Sekarang dia dalam ruang gelap 24 jam...!
Baru kemarin dia minum jamu awet muda ...
Sekarang daging di tubuhnya meleleh...!
Sekarang daging di tubuhnya meleleh...!
"APA YANG KINI DIA HARAPKAN...?" ='(
Baru kemarin dia tidur lelap ketika adzan subuh...
Sekarang dia sangat berharap bisa ke masjid waktu subuh walau merangkak...
Sekarang dia sangat berharap bisa ke masjid waktu subuh walau merangkak...
Baru kemarin dia lantang menentang dakwah Agama...
Sekarang ini dia sangat berharap ada yg ajak dia amalkan Agama...
Sekarang ini dia sangat berharap ada yg ajak dia amalkan Agama...
Masya اَللّهُ... Masihkah dunia ini menjadi TUJUAN ???
Masihkah engkau berharap dapat bersantai disini ???
Masihkah engkau berharap dapat bersantai disini ???
Firman اَللّهُ سبحانه وتعالى, "Katakanlah : "Sesungguhnya kematian yg kalian lari daripadanya itu, pasti ia akan menjemput kalian...." (QS. Al-Jumu'ah; 8)
Wednesday, March 16, 2016
Opp Cirebon Besok kemis 17 03 2016
CIREBON BERTALBIYAH...
Assalamu'alaikum Wr. Wb,
SEMINAR "THE MIRACLE OF BAITULLAH, MUDAHNYA UMROH HAJI , & KAYA BERKAH"
"Why Arminareka"?
• Berpengalaman sejak tahun 1990 (25 tahun) melayani tamu tamu Allah.
• DP Umrah & Haji sangat ringan,
• Sudah tercover perlindungan jiwa (bahkan ketika baru membayar DP saja).
Cara pembayarannya :
• Cash
• Cicil atau
• GRATIS (menjalankan hak usaha)
* Yang Lambat Jadi Cepat
* Yang Tdk Mampu, Menjadi Mampu
* Yang Mampu menjadi Berkah
* Yang Punya Niat, cepat Berangkat.
"Why Arminareka"?
• Berpengalaman sejak tahun 1990 (25 tahun) melayani tamu tamu Allah.
• DP Umrah & Haji sangat ringan,
• Sudah tercover perlindungan jiwa (bahkan ketika baru membayar DP saja).
Cara pembayarannya :
• Cash
• Cicil atau
• GRATIS (menjalankan hak usaha)
* Yang Lambat Jadi Cepat
* Yang Tdk Mampu, Menjadi Mampu
* Yang Mampu menjadi Berkah
* Yang Punya Niat, cepat Berangkat.
Ingin tahu lebih lanjut?
dapatkan informasinya di Seminar kami :
✔HARI : Kamis, 17 Maret 2016
✔Waktu. : jam 13.00 s/d selesai
✔Tempat. : Hotel Batiqa Jl. Dr Cipto (samping gedung wanita)
✔Htm: Rp 35.000
dapatkan informasinya di Seminar kami :
✔HARI : Kamis, 17 Maret 2016
✔Waktu. : jam 13.00 s/d selesai
✔Tempat. : Hotel Batiqa Jl. Dr Cipto (samping gedung wanita)
✔Htm: Rp 35.000
Narasumber :
1. Restu Nuryati
Mengambil Kemitraan 13,total jamaah 150 jamaah,total income 200 jt,umrah gratis 1 orang,Tour Leader tgl 27 Des 2015
1. Restu Nuryati
Mengambil Kemitraan 13,total jamaah 150 jamaah,total income 200 jt,umrah gratis 1 orang,Tour Leader tgl 27 Des 2015
2. Tengku Marina, Seorang Pengusaha gabung Armina 11bln, tour leader ARP tgl 27 Des 2015, Prestasi Pembinaan Jamaah 17.5jt, penghasilan 300jt, gratis Umroh 3 org,menginspirasi di RCTV Cirebon,TV Cirebon,Tabloid Peluang Usaha.
3. Ika Widinaawaty,SE
Pengambil Kemitraan 13,Total jamaah 870 jamaah,Total income 550 jt,Tour Leader ARP tgl 27 Des 2015,Umrah Gratis 2 orang, PPJ 47,5,menginspirasi di Tabloid Peluang Usaha,RCTV Cirebon
Pengambil Kemitraan 13,Total jamaah 870 jamaah,Total income 550 jt,Tour Leader ARP tgl 27 Des 2015,Umrah Gratis 2 orang, PPJ 47,5,menginspirasi di Tabloid Peluang Usaha,RCTV Cirebon
4. Zr. Intan Muhammad
Perawat pensyiar Baitullah, membuka Kemitraan 13 thn 2012,total jamaah 2.600 jamaah,menjadi Tour Leader Gerakan Umrah 2.000 jamaah 8 Feb 2014,umrah gratis 3 org bersama kedua orang tuanya,menginspirasi di Majalah Peluang Usaha
Perawat pensyiar Baitullah, membuka Kemitraan 13 thn 2012,total jamaah 2.600 jamaah,menjadi Tour Leader Gerakan Umrah 2.000 jamaah 8 Feb 2014,umrah gratis 3 org bersama kedua orang tuanya,menginspirasi di Majalah Peluang Usaha
↪Terbuka utk UMUM..
YUK HADIR DAN MENGHADIRKAN SAHABAT/TETANGGA/SAUDARA..
"Jarak Langkah ke Baitullah tdk akan menjadi dekat bila kita tdk Berusaha mendekatkan"...
"Jarak Langkah ke Baitullah tdk akan menjadi dekat bila kita tdk Berusaha mendekatkan"...
Pengundang:
Yusrian 08152021972
Yusrian 08152021972
Hizib abu bakar sakran
Hizib abu bakar sakran ini dibaca sebagai perlindungan diri dari segala hal yg tidak kita ingini
اللَّهُمَّ إِنِّى احْتَطْتُ بِدَرْبِ الله طُوْلُهُ مَاشَاءَ الله قُفْلُهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله بَابُهُ
مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ أَحَاطَ بِنَا مِنْ بِسْمِ الله
الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ, الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ, الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ, مَالِكِ
يَوْمِ الدِّيْنِ,إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ, إِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ,
صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّآلِّيْنَ
الله لآإِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ, لاَتَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَنَوْمٌ, لَهُ مَافِي
السَّمَاوَاتِ وَمَافِي الأَرْضِ, مَنْ ذَاالَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ, يَعْلَمُ
مَا بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَمَاخَلْفَهُمْ, وَلاَيُحِيْطُوْنَ بِشَيْئٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَاشَاءْ,
وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُوْدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ
الْعَظِيْمُ
بِنَا اسْتَدَارَتْ كَمَا اسْتَدَارَتِ الْمَلاَئِكَةُ بِمَدِيْنَةِ الرَّسُوْلِ بِلاَ خَنْدَقٍ وَلاَ
سُوْرٍ مِنْ كُلِّ قَدَرٍ مَقْدُوْرٍ وَحَذَرٍ مَحْذُوْرٍ وَمِنْ جَمِيْعِ السُّرُوْرِ
(تَتَرَّسْـنَا بِالله 3×)
مِنْ عَدُوِّى وَعَدُوِّ الله مِنْ سَاقِ عَرْشِ الله إِلَى قَاعِ أَرْضِ الله
صُنْعَتُهُ لاَ تَنْقَطِعُ بِأَلْفِ أَلْفِ أَلْفِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِالله الْعَلِيِّ
الْعَظِيْمِ, عَزِيْمَتُهُ لاَ تَنْشَقُّ بِأَلْفِ أَلْفِ أَلْفِ لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِالله
الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ,
اللَّهُمَّ إِنْ أَحَدٌ أَرَادَنِى بِسُوْءٍ مِنَ الْجِنِّ وَالإِنْسِ وَالْوُحُوْشِ مِنْ بَشَرٍ
أَوْ شَيْطَانٍ أَوْ وَسْوَاسٍ فَارْدُدْهُمْ فِي انْتِكَاسٍ وَقُلُوْبَهُمْ فِي وَسْوَاسٍ
وَأَيْدِيَهُمْ فِي إِفْلاَسٍ وَأَوْبِقْهُمْ مِنَ الرِّجْلِ إِلَى الرَّأْسِ لاَ سَهْلَ يَجْدَعُ
وَلاَ جَبَلَ يَقْطَعُ بِأَلْفِ أَلْفِ أَلْفِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِالله الْعَلِيِّ
الْعَظِيْمِ, وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Artinya :
Kuncinya adalah Laa ilaaha illallah (sebagaimana benteng mestilah memiliki kunci yg kuat, dan kunci benteng pagar Allah ini adalah kekuatan Laa ilaaha illallah),dan Gerbangnya adalah Muhammad Rasulullah saw (setiap musuh yg akan menyerang akan berhadapan dengan Rasulullah saw, maka jadilah musuhku adalah musuh Nabi saw),atapnya adalah Laa haula wala quwwata illa billah (atap adalah yg menaungi dari panas dan hujan, dan atap dalam doa ini yg dimaksud adalah takdir yg akan turun kepada ku, kupayungi dg : Tiada daya dan Upaya terkecuali dengan kekuatan Allah”), membentengiku dari….(surat Al fatihah),
Terjagalah.. terjagalah.. terjagalah.., demi ayat… (ayatulkursiy),
Kami memohon perlindungan sebagaimana para malaikat membentengi Madinah sang Nabi saw, perlindungan yg tak membutuhkan parit dan dinding,
dari segala ketentuan yg tak menguntungkan, ancaman segala yg mengancam, dan dari segala kejahatan.
Kami berlindung kepada Allah.., Kami berlindung kepada Allah.., Kami berlindung kepada Allah, dari musuh musuh kami dan musuh musuh Allah,
(perlindungan yg segera turun langsung) dari kaki Arsy Allah kepada hamparan Bumi Allah, demi seribu ribu ribu Laa Haula wala quwwata illa billah,
Perbuatan Nya (swt) tak akan terhalangi, demi seribu ribu ribu Laa Haula wala quwwata illa billah.
Penjagaan Nya (swt) tak akan bisa ditembus, demi seribu ribu ribu Laa Haula wala quwwata illa billah,
Wahai Allah jika ada seseorang yg menghendaki atasku kejahatan dari golongan Jin, manusia dan binatang buas, dan dari segenap makhluk lainnya, dari golongan manusia, syaitan, penguasa, atau godaan ancaman lainnya, maka tolaklah pandangan mereka tertunduk, dan jiwa mereka dalam kerisauan, dan kedua tangan mereka dg kesialan dan kerugian (ketika akan mencelakakanku), dan pendamkan mereka dari kaki hingga kepalanya (dalam kelemahan dan kegagalan dalam mencelakakanku), (dimanapun mereka berada) apakah di lembah yg sedang mereka lewati, atau digunung yg sedang mereka daki, demi seribu ribu ribu Laa Haula wala quwwata illa billah.
Sukses Cara Rosululloh
Siapa yg tak kenal dengan Nabi Muhammad SAW ?
Seluruh dunia pasti tau,tidak terkecuali,baik itu muslim atau non muslim.
Tapi taukah anda,bagaimana konsep beliau dalam berbisnis ?.
Mungkin ada sedikit yg tau,namun pada prakteknya banyak yg tidak menggunakan atau memang sengaja tidak mengindahkan cara cara bisnis yg dilakukan oleh rosululloh.Padahal rosululloh itu uswatun hasanah,seorang yg mempunyai suri tauladan yg wajib diturut.Baik pada kesehariannya sebagai Rosul maupun sebagai kepala rumah tangga yg membiayai anak dan istri beliau.
Beliau sukses sebagai pembawa risalah dan sukses pula sebagai bisnisman.Beliau sukses di 6 negara tetangga antara lain syam,bahrain,yordania dan yaman,mekkah dan medinah.
Beliau mengenal bisnis dari usia 12 tahun,paman beliau abu thalib mengajak beliau untuk berniaga ke negeri syam,dari situlah beliau memulai sukses sebagai bisnisman,sukses sebagai enterprenuer sejati.
Meski beliau tidak bisa baca tulis tapi beliau memiliki otak yg cemerlang,mindset yg prima,dan lillahi ta'ala.
Bagaimana kiat kiat ROSULULLOH meraih sukses?
JUJUR.
Sudah tidak diragukan lagi kalo dalam hal ini.Hanya satu orang yg bergelar AL AMIN.(Branding yg harus kita punyai juga dalm berbisnis.)
Dalam bertransaksi beliau selalu menginformasikan kualitas barangnya dengan apa adanya.Sesuai dengan kondisi dari barang tersebut.Tidak menambahkan informasi yg berlebihan.Dalam menjualpun selalu sesuai dengan harga.Dan inilah yg membuat senang para pembelinya.Beliau tidak pernah mencampur adukkan barang yg bagus dengan yg busuk.Yang lama dan yg baru.
AMANAH.
Nabi pernah menjalankan usaha dari st khadijah,seorang konglomerat di jaman itu,yg kelak menjadi istri beliau.Beliau selalu menjaga dagangan st khadijah dengan amanah,Beliau tidak pernah memanipulasi harga yg sudah ditentukan oleh st khadijah.Dan beliau juga tidak pernah menawarkan barang yg lain selain dari barang dagangannya st khadijah.Apalagi mengambil keuntungan buat pribadi karena menjual barang yg selain dari barangnya st khadijah.
SOPAN SANTUN.
Beliau memperlakukan konsumennya seperti saudara sendiri.Melayani dengan penuh cinta.Selalu menanggapi apa yg diinginkan konsumen.Tidak pernah merasa tinggi hati,atau lebih hebat.Dan selalu tulus ikhlas dalam menjalankan bisnisnya.Selalu menjawab pertanyaan konsumen dan menghormatinya.Tanpa membedakan ras dan dari kalangan manapun.
Sabda rosululloh;"sayangilah saudaramu seperti kamu menyayangi dirimu sendiri".
TEPAT JANJI.
QS.Almaidah 1."wahai orang orang yg beriman,penuhilah janjimu".
Menjaga kepercayaan pelanggan itu syarat mutlak kesuksesan seorang bisnisman.Menjaga kepercayaan pelanggan dengan menepati janji.Mengirim barang yg diminta pembeli sesuai waktu yg ditentukan.Tidak pernah molor alias jam karet.
TIDAK MONOPOLI.
Monopoli disini bukannya permainan monopoli yg sering dimainkan anak anak itu.Pengertian monopoli disini secara bebas adalah melakukan usaha dengan tidak menghormati orang lain,bertindak sepertinya hanya dia sendiri yg melakukan usaha itu.Atau memberikan informasi yg menyesatkan kepada pelanggan atau klein seseorang sehingga pelanggan atau klein itu tidak jadi membeli barang tersebut kepadanya.
TIDAK MEMAKSAKAN KEHENDAK.
Rosululloh mempromosikan dan menjual barang dagangannya tidak dengan cara memaksa,baik memaksa secara kasar atau memaksa secara halus kepada pembelinya.Memaksa secara halus yaitu memberikan informasi dgn melebih lebihkan manfaat dan kegunaan dari barang yg dijual beliau,sehingga orang tertarik untuk membelinya.
Mudah2an kita selalu ingat akan cara cara ROSUL dalam menjalankan bisnisnya.dan kita bisa mengikuti jejaknya meski tidak bisa sesukses beliau.
Akhirnya saya mengutip salah satu dari ayat quran surah ibrahim ayat ke 7.
Billahi taufik wal hidayah,wassalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.
Seluruh dunia pasti tau,tidak terkecuali,baik itu muslim atau non muslim.
Tapi taukah anda,bagaimana konsep beliau dalam berbisnis ?.
Mungkin ada sedikit yg tau,namun pada prakteknya banyak yg tidak menggunakan atau memang sengaja tidak mengindahkan cara cara bisnis yg dilakukan oleh rosululloh.Padahal rosululloh itu uswatun hasanah,seorang yg mempunyai suri tauladan yg wajib diturut.Baik pada kesehariannya sebagai Rosul maupun sebagai kepala rumah tangga yg membiayai anak dan istri beliau.
Beliau sukses sebagai pembawa risalah dan sukses pula sebagai bisnisman.Beliau sukses di 6 negara tetangga antara lain syam,bahrain,yordania dan yaman,mekkah dan medinah.
Beliau mengenal bisnis dari usia 12 tahun,paman beliau abu thalib mengajak beliau untuk berniaga ke negeri syam,dari situlah beliau memulai sukses sebagai bisnisman,sukses sebagai enterprenuer sejati.
Meski beliau tidak bisa baca tulis tapi beliau memiliki otak yg cemerlang,mindset yg prima,dan lillahi ta'ala.
Bagaimana kiat kiat ROSULULLOH meraih sukses?
JUJUR.
Sudah tidak diragukan lagi kalo dalam hal ini.Hanya satu orang yg bergelar AL AMIN.(Branding yg harus kita punyai juga dalm berbisnis.)
Dalam bertransaksi beliau selalu menginformasikan kualitas barangnya dengan apa adanya.Sesuai dengan kondisi dari barang tersebut.Tidak menambahkan informasi yg berlebihan.Dalam menjualpun selalu sesuai dengan harga.Dan inilah yg membuat senang para pembelinya.Beliau tidak pernah mencampur adukkan barang yg bagus dengan yg busuk.Yang lama dan yg baru.
AMANAH.
Nabi pernah menjalankan usaha dari st khadijah,seorang konglomerat di jaman itu,yg kelak menjadi istri beliau.Beliau selalu menjaga dagangan st khadijah dengan amanah,Beliau tidak pernah memanipulasi harga yg sudah ditentukan oleh st khadijah.Dan beliau juga tidak pernah menawarkan barang yg lain selain dari barang dagangannya st khadijah.Apalagi mengambil keuntungan buat pribadi karena menjual barang yg selain dari barangnya st khadijah.
SOPAN SANTUN.
Beliau memperlakukan konsumennya seperti saudara sendiri.Melayani dengan penuh cinta.Selalu menanggapi apa yg diinginkan konsumen.Tidak pernah merasa tinggi hati,atau lebih hebat.Dan selalu tulus ikhlas dalam menjalankan bisnisnya.Selalu menjawab pertanyaan konsumen dan menghormatinya.Tanpa membedakan ras dan dari kalangan manapun.
Sabda rosululloh;"sayangilah saudaramu seperti kamu menyayangi dirimu sendiri".
TEPAT JANJI.
QS.Almaidah 1."wahai orang orang yg beriman,penuhilah janjimu".
Menjaga kepercayaan pelanggan itu syarat mutlak kesuksesan seorang bisnisman.Menjaga kepercayaan pelanggan dengan menepati janji.Mengirim barang yg diminta pembeli sesuai waktu yg ditentukan.Tidak pernah molor alias jam karet.
TIDAK MONOPOLI.
Monopoli disini bukannya permainan monopoli yg sering dimainkan anak anak itu.Pengertian monopoli disini secara bebas adalah melakukan usaha dengan tidak menghormati orang lain,bertindak sepertinya hanya dia sendiri yg melakukan usaha itu.Atau memberikan informasi yg menyesatkan kepada pelanggan atau klein seseorang sehingga pelanggan atau klein itu tidak jadi membeli barang tersebut kepadanya.
TIDAK MEMAKSAKAN KEHENDAK.
Rosululloh mempromosikan dan menjual barang dagangannya tidak dengan cara memaksa,baik memaksa secara kasar atau memaksa secara halus kepada pembelinya.Memaksa secara halus yaitu memberikan informasi dgn melebih lebihkan manfaat dan kegunaan dari barang yg dijual beliau,sehingga orang tertarik untuk membelinya.
Mudah2an kita selalu ingat akan cara cara ROSUL dalam menjalankan bisnisnya.dan kita bisa mengikuti jejaknya meski tidak bisa sesukses beliau.
Akhirnya saya mengutip salah satu dari ayat quran surah ibrahim ayat ke 7.
|
Billahi taufik wal hidayah,wassalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.
Tuesday, March 15, 2016
Motivasi dari Bpk Andrie Wongso 'Sulitnya menyenangkan semua orang'
Cerita Motivasi ini saya ambil dari bpk Andrie Wongso dgn judul "Sulit menyenangkan semua orang".
Alkisah, suatu siang yang terik, tampak seorang pengusaha mendatangi sebuah toko mebel di kawasan pusat bisnis di sebuah kota. Pengusaha itu datang dengan membawa kursi sofa yang terbuka jahitannya. Sambil memasang muka yang marah, dengan lantang dia berkata kepada penjual di situ dengan menunjuk ke kursi sofa yang dibawanya, “Lihat sofa ini. Saya sudah membayar dengan harga mahal dan sofa ini telah terbuka jahitannya sebelum dipakai!”
Dengan sabar, si pemilik toko meladeni omelan dan kemarahan tamunya dengan penuh perhatian. Setelah melihat kerusakan kursi sofa tersebut, si pemilik toko berkata, “Baiklah, Pak. Jangan khawatir. Saya akan berusaha membantu memperbaiki jahitan kursi sofa ini sebaik-baiknya. Besok silakan bapak ambil kemari atau kapan pun bapak ada waktu.” Mendengar kata-kata sopan itu, redalah kemarahan si pemilik sofa. Ia pun pergi meninggalkan sofanya untuk diperbaiki dan berjanji akan datang kesokan harinya untuk mengambilnya.
Sepeninggal si tamu, anak pemilik toko mebel itu mendekati ayahnya dan berkata. “Tamu tadi sungguh keterlaluan. Marah-marah tidak pada tempatnya. Bukankah sofa ini bukan buatan kita dan dibeli dari toko kita? Mengapa ayah tidak berusaha menjelaskan, malahan masih mau memperbaiki sofa itu?” Tanya si anak penasaran. Di sekitar toko itu memang ada beberapa toko mebel lain yang menjual sofa, dengan desain yang satu sama lain saling memiliki kemiripan.
Dengan sabar, sambil tersenyum si ayah memberi tahu putranya. “Camkan ini baik-baik anakku! Memang, Ayah tahu ini bukan sofa yang kita jual. Tapi tidak ada ruginya membantu perbaikan kecil dan tidak merepotkan ini. Dengan kita membantunya, maka tamu tadi pasti akan datang ke sini lagi. Dengan begitu, kita akan memiliki pelanggan baru. Apakah kamu mengerti?” ujarnya menjelaskan.
Begitulah, si pemilik toko mebel mengubah mejengkelkan dan ketidakpuasan menjadi sebuah pelayanan dengan dampak keuntungan di kemudian hari. Dan memang, pengusaha yang awalnya marah-marah dan mengeluhkan kerusakan sofa itu, meminta maaf atas kekeliruannya karena melepas kemarahan bukan pada tempatnya dandi kemudian hari menjadi pelanggan setia toko mebel itu.
Sahabat luar biasa,
Kisah ini konon berasal dari pengalaman sebuah toko mebel ternama ketika sedang di masa-masa awal membangun bisnisnya. Ternyata, tidak selamanya ketidakpuasan itu berdampak negatif. Dan pengertian bahwa “kita tak bisa menyenangkan semua orang” seharusnya bisa kita sikapi dengan cara yang bijak. Sebab, bisa jadi, ketidakpuasan yang diungkap, malah akan jadi evaluasi—atau bahkan peluang, seperti dalam kisah di atas—untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan lebih baik lagi.
Mari, ubah ketidakpuasan yang muncul menjadi sebuah pembelajaran. Yakni, pembelajaran untuk jadi lebih baik, lebih dewasa, dan lebih berkembang. Dengan begitu, saat kita tak bisa menyenangkan semua orang, justru akan jadi evaluasi terbaik untuk memajukan perusahaan.
Terus berinovasi, terus perbaiki layanan. Salam sukses, luar biasa!
NB: Jadilah pribadi yg selalu positive dgn mengambil hikmah dan pembelajaran dari hal hal yg kurang menyenangkan hati.
Alkisah, suatu siang yang terik, tampak seorang pengusaha mendatangi sebuah toko mebel di kawasan pusat bisnis di sebuah kota. Pengusaha itu datang dengan membawa kursi sofa yang terbuka jahitannya. Sambil memasang muka yang marah, dengan lantang dia berkata kepada penjual di situ dengan menunjuk ke kursi sofa yang dibawanya, “Lihat sofa ini. Saya sudah membayar dengan harga mahal dan sofa ini telah terbuka jahitannya sebelum dipakai!”
Dengan sabar, si pemilik toko meladeni omelan dan kemarahan tamunya dengan penuh perhatian. Setelah melihat kerusakan kursi sofa tersebut, si pemilik toko berkata, “Baiklah, Pak. Jangan khawatir. Saya akan berusaha membantu memperbaiki jahitan kursi sofa ini sebaik-baiknya. Besok silakan bapak ambil kemari atau kapan pun bapak ada waktu.” Mendengar kata-kata sopan itu, redalah kemarahan si pemilik sofa. Ia pun pergi meninggalkan sofanya untuk diperbaiki dan berjanji akan datang kesokan harinya untuk mengambilnya.
Sepeninggal si tamu, anak pemilik toko mebel itu mendekati ayahnya dan berkata. “Tamu tadi sungguh keterlaluan. Marah-marah tidak pada tempatnya. Bukankah sofa ini bukan buatan kita dan dibeli dari toko kita? Mengapa ayah tidak berusaha menjelaskan, malahan masih mau memperbaiki sofa itu?” Tanya si anak penasaran. Di sekitar toko itu memang ada beberapa toko mebel lain yang menjual sofa, dengan desain yang satu sama lain saling memiliki kemiripan.
Dengan sabar, sambil tersenyum si ayah memberi tahu putranya. “Camkan ini baik-baik anakku! Memang, Ayah tahu ini bukan sofa yang kita jual. Tapi tidak ada ruginya membantu perbaikan kecil dan tidak merepotkan ini. Dengan kita membantunya, maka tamu tadi pasti akan datang ke sini lagi. Dengan begitu, kita akan memiliki pelanggan baru. Apakah kamu mengerti?” ujarnya menjelaskan.
Begitulah, si pemilik toko mebel mengubah mejengkelkan dan ketidakpuasan menjadi sebuah pelayanan dengan dampak keuntungan di kemudian hari. Dan memang, pengusaha yang awalnya marah-marah dan mengeluhkan kerusakan sofa itu, meminta maaf atas kekeliruannya karena melepas kemarahan bukan pada tempatnya dandi kemudian hari menjadi pelanggan setia toko mebel itu.
Sahabat luar biasa,
Kisah ini konon berasal dari pengalaman sebuah toko mebel ternama ketika sedang di masa-masa awal membangun bisnisnya. Ternyata, tidak selamanya ketidakpuasan itu berdampak negatif. Dan pengertian bahwa “kita tak bisa menyenangkan semua orang” seharusnya bisa kita sikapi dengan cara yang bijak. Sebab, bisa jadi, ketidakpuasan yang diungkap, malah akan jadi evaluasi—atau bahkan peluang, seperti dalam kisah di atas—untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan lebih baik lagi.
Mari, ubah ketidakpuasan yang muncul menjadi sebuah pembelajaran. Yakni, pembelajaran untuk jadi lebih baik, lebih dewasa, dan lebih berkembang. Dengan begitu, saat kita tak bisa menyenangkan semua orang, justru akan jadi evaluasi terbaik untuk memajukan perusahaan.
Terus berinovasi, terus perbaiki layanan. Salam sukses, luar biasa!
NB: Jadilah pribadi yg selalu positive dgn mengambil hikmah dan pembelajaran dari hal hal yg kurang menyenangkan hati.